Belakangan ini ramai yang namanya aksi Demonstrasi di berbagai belahan dunia tak luput juga di Indonesia. Mulai dari kalangan Mahasiswa, kaum buruh dan elemen masyarakat lainnya. Adanya aksi demonstrasi tersebut bisa di picu oleh berbagai faktor, seperti kurang adilnya suatu kebijakan bagi masyarakat yang dikeluarkan atau diputuskan oleh pemerintah dan itu tak kunjung ditegakkan sehingga bisa merugikan banyak pihak dan perlu di protes atau dikaji ulang supaya masyarakat bisa merasakan keadilan atas kebijakan tersebut.
Akhir-akhir di Indonesia juga banyak mengalami berbagai problem seputar kebijakan publik, mulai dari kebijakan pemerintah sampai kebijakan lain yang kiranya perlu untuk ditegakkan kebenarannya. Salah satunya yang paling senter akhir-akhir ini yaitu perihal kenaikan bahan-bahan pokok seperti sembako, bahan bakar minyak (BBM) hingga isu perpanjangan masa jabatan pemerintahan yang itu jelas sudah melanggar sebuah konstitusi yang ada.
Sebelum melengkah jauh dari apa yang nanti kita akan bahas, alangkah lebih baiknya kita kembali ke tajuk awal mengenai Esensi dan Eksistensi Demo yang belakangan ini ada di negara kita dan bagaimana hasilnya sejauh ini.! Apakah demo itu murni untuk mencapai suatu tujuan yang namanya perubahan, atau memang itu hanya untuk mencari sebuah ketenaran dan mendapat pengakuan publik terkait organisasi atau almamater yang mereka miliki. Karena sejauh ini masih banyak gerakan atau aksi yang masih terpecah belah dalam organisasi atau antar elemen yang sejatinya mereka menyuarakan aspirasi yang sama, lantas bagaimana fenomena ini bisa terjadi.? Yuk kita ulas bersama-sama.
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Esensi memiliki arti " Hakikat, Inti, dan hal yang pokok ", sedangkan Eksistensi ini memiliki makna " Hal berada atau keberadaan ". Maka bisa kita rumuskan bahwa Esensi dari demonstrasi itu adalah menyuarakan sebuah kebenaran dan melawan sebuah ketidak adilan.
Sesuai dengan yang di maksud unjuk rasa atau demonstrasi ("demo") adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok (Wikipedia).
Sedangkan Eksistensi dalam demo itu adalah bagaimana seharusnya unjuk rasa atau demonstrasi itu bisa dijadikan sarana untuk menyampaikan sebuah aspirasi sehingga mampu mencapai suatu tujuan yang pasti.
Demontrasi Masa Kini
Seperti yang kita tahu di berbagai media banyak menyoal perihal cara para demonstran yang menyampaikan aspirasi yang disampaikan menggunakan kalimat-kalimat satire dan meme yang menarik dan lucu, sehingga hal itu dianggap "nyeleneh" dan lebih mengedepankan eksistensi di media sosial atau lebih tepatnya kalau kata netizen demo hanya untuk instastory. "CUKUP mantan yang mengecewakan, DPR jangan", "Kukira hubungan kita saja yang enggak jelas, ternyata DPR lebih enggak jelas", "Libur edit berita, waktunya edit pemerintah", "Cukup rumah yang dikontrak, buruhnya jangan", "Kalau K-Popers turun ke jalan, artinya Indonesia sedang kacau hyung ". Nah, dari kutipan di atas bisa kita lihat bagaimana aspirasi itu disampaikan dan bisa menarik perhatian publik.
Dari hal tersebut bisa kita ketahui bahwa ada banyak perbedaan cara berdemonstrasi ala jaman dulu dengan jaman sekarang, baik dari segi penyampaian aspirasi ataupun dari segi lainnya. Kalau dulu memakai kata yang tegas dan hanya turun ke jalan. Berbeda dengan sekarang yang lebih condong menggunakan kata dan kalimat satire dan bisa menggunakan media sosial. Sangat dinamis dan sesuai dengan jamannya. Karena, era saat ini memang lebih banyak terintegrasi dengan dunia digital sehingga cara penyampaiannya pun cukup berbeda dan tidak terkesan kaku.
Namun, sisi lain dari poster-poster yang menggunakan satire dan kalimat-kalimat lucu tersebut malah membawa stigma negatif tatkala para demonstran lupa akan esensi dan tujuan dari demo tersebut. Seperti poster-poster yang tak sepantasnya disampaikan ke hal layak ramai ini. "Lebih Baik Bercinta Tiga Ronde, daripada harus tiga periode", "daripada BBM Naik, Mending Ayang yang Naik", "Harga Minyak Kayak Harga Mi-Chat". Apalagi pemegang poster tersebut notabene seorang mahasiswi yang seharusnya menjaga marwah diri sebab ada banyak perempuan di luar sana yang masih berjuang supaya bisa dihargai dan mereka sibuk menyuarakan haknya untuk stop pelecehan baik verbal maupun non verbal. Sehingga hal tersebut harusnya dijadikan bahan pertimbangan bersama agar tidak lupa esensi demonstrasi dan malah mengedepankan eksistensi saja.
Semut yang Tak Lagi Berkelompok