Pembelaan darurat dalam hukum pidana
Kadang kala kita sering mendengar bahkan mengalami atau menjadi korban suatu peristiwa pidana seolah-olah perbuatannya bisa jadi itu perbuatan pidana dan bahkan bisa saja perbuatan tersebut bisa dibenarkan oleh suatu aturan hukum. Maka dari itu penulis mempunyai keinginan Untuk membuat suatu artikel yang bisa membuat pembaca bisa mengerti atau memahami apa itu pembelaan darurat. Dengan adanya artikel yang penulis buat mudah-mudah bisa dijadikan bahan untuk bisa mengkaji lebih dalam apa makna dari pembelaan darurat itu.
Terkait pembelaan darurat tercantum dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi :
" Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maaupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum"
Artinya seseorang yang melakukan perbuatan dalam keadaan terpaksa dilakukannya akan mempertahankan dirinya atau diri orang lain, mempertahankan atau harta benda kepunyaan orang lain, dari pada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga, tidak boleh dipidana.
Dan menurut pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pembelaan darurat baru boleh diakui, jika dipenuhi suatu syarat yang terkandung dalam pasal tersebut. Ada pun syarat pasal 49 ayat (1) ada 6 syarat diantaranya :
- Satu serangan
- Serangan itu telah dimulai atau dengan segera akan dimulai
- Serang itu harus mesti melawan hak
- Serangan itu mesti mengenai tubuh, keseponanan atau barang kepunyaan pembela atau orang lain
- Pembelaan itu mesti dituntut oleh (ancaman) serangan itu
- Pembelaan itu mesti dilakukan dengan ikhtiar yang perlu
Dan bilamana seseorang melakukan suatu perbuatan dan syarat tersebut sudah dipenuhi maka tentu ada dasar pembenar maupun dasar pemaaf meskipun harus dibukttikan dengan sebuah unsur yang terkandung didalamnya.
Menurut hemat penulis mencoba untuk mencontohkan terkait pasal tersebut supaya bisa memahami. Rumah A diserang beberapa perampok. Untuk membela dirinya dan hartanya, A menembak mati seorang dari mereka itu.disini jelas perbuatan A dapat dikenakan sanksi pidana pasal 338 pembunuhan karena ia dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Akan tetapi jika perbuatan tersebut dihubungkan dengan pasal 49 yang melarang mempersalahkan orang yang melakukan sesuatu peristiwa pidana karena pembelaan darurat. jika kita mentafsirkan kasus tersebut bahwa supaya A dapat dipersalahkan lantaran melakukan pembunuhan itu, maka tidak usah dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah dan meyakinkan, bahwa perbuatan tersebut melawan hak secara materil yaitu hal ihwal khusus yang mendorong padanya melakukan pembunuhan itu tidak merupakan pembelaan darurat.
Untuk membebaskan A dari perkara ini tidak perlu juga dibuktiakan dengan alat-alat bukti yang sah dan meyakinkan, bahwa ia melakukan pembunuhan itu karena pembelaan darurat. Oleh karena alasan-alasan terkait dasar penghapusan pidana seperti disebut dalam pasal 44 dan 48 sampai dengan 51 ) maka terdakwa sudah harus dibebaskan jika hakim mendapat keterangan sedemikian sehingga ia percaya, bahwa benar perbuatan yang didakwa dilakukan karena salah satu dari alasan-alasan tersebut.
Kesimpulan
Menurut hemat penulis Bahwa perlu diketahui seseorang bila tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana terhadap pembelaan darurat/pembelaan terpaksa, maka orang tersebut apabila beberapa syarat tersebut sebagaimana telah dijelaskan diatas maka syarat-syaratnya tersebut harus dipenuhi apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka orang tersebut tidak bisa mengilak bahwa perbuatannya yang menimbulkan akibat yang dilarang itu dijadikan sebuah alasan bahwa perbuatan tersebut adalah pembelaan terpaksa.