Lihat ke Halaman Asli

Untuk Laksanakan PP.66/2014, Tenaga Sanitarian Perlu Dioberdayakan

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Tanggal 27 Oktober yang lalu, menteri-menteri Kabinet Kerja, masa Presiden Jokowi telah dilantik, termasuk Prof. Dr.dr Nila Djuwita Moeloek. Sp.M(K) yang ditugasi sebagai Menteri Kesehatan. Beliau adalah isteri dari dr. Farid Afansa Moeloek mantan Menteri Kesehatan di era Presiden BJ Habibie. Harapan kita tentunya semoga Menkes yang baru ini dapat mendorong terwujudnya Indonesia Sehat.

Program-program Kemenkes kalo kita kelompokan berdasarkan sasaran dapat dibedakan menjadi dua yakni yang orientasinya pada Upaya Kesehatan Masyarakat ( UKM ) dan Upaya kesehatan Perorangan ( UPK).  Untuk UKP pemerintah telah meluncurkan program “Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang hendak mengcover seluruh penduduk Indonesia untuk mendapat jaminan pengobatan/ pelayanan kesehatan ketika sakit. Mungkin kedepan akan disesuaikan dengan keinginan pak Jokowi mengenai Kartu Indonesia Sehat ( KIS ). JKN secara regulasi merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ).

Kalo UKP sudah diantisipasi dengan JKN, bagaimana dengan UKM ?

Dalam UKM masyarakat yang tidak sakit yang menjadi perhatian, bagaimana masyarakat yang sehat dapat terhindar dari penyakit-penyakit infeksi, penyakit-penyakit degeneratif, serta mampu menjaga dan meningkatkan kebugarannya agar hidupnya tetap berkualitas dan tetap produktif. Tentunya uapaya-upaya yang bersifat promotif atau bergaya hidup sehat dan upaya-upaya  pencegahan menjadi gerakan yang terus diberdayakan kepada masyarakat secara terus menerus. Hal yang penting menurut penulis untuk upaya UKM antara lain adalah ; mengupayakan asupan makanan masyarakat yang sehat dan bergizi seimbang, berolah raga rutin, berolah mental yang positif, serta mengkondisikan kualitas lingkungan dimana manusia beraktifitas yang sehat, agar terhindar dari resiko lingkungan manusia yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Aktifitas manusia selama 24 jam, berdasarkan tempat bisa dibedakan di Rumah ( pemukiman), di kantor ( tempat2 kerja ), di sekolah ( fasilitas pendidikan ), di kendaraan ( Fasilitas Transportasi ), dan di Fasilitas –fasilitas Umum, seperti ; Tempat Ibadah, Tempat Hiburan/ Rekreasi, Tempat Belanja ( pasar, Mall, dll), Tempat Pengobatan ( Rumah Sakit, klinik, dll ), Tempat ( venue) Olah raga ( kolam renang, lap Golf, fitness center, dll), dan Tempat sosial ( hotel, tempat pertemuan, panti2 sosial, dll ). Bila kondisi tempat-tempat tersebut bagus sanitasinya, maka upaya pencegahan terhadap penyakit di tempat-tempat manusia beraktifitas dan berinteraksi secara sosial tersebut menjadi sehat. Pertanyaannya siapakan yang bertanggung jawab untuk bisa tercipta kondisi tempat-tempat tersebut terjamin sanitasinya ?. tentunya semua masyarakat yang bertanggung jawab atas berfungsinya sarana tempat-tempat tersebut, baik pihak pemerintah maupun pihak swasta yang memilikinya. Bahkan bila perlu ada sertifikasi sanitair pada setiap sarana / fasilitas-fasilitas umum yang menjamin kondisi sanitasi lingkungan yang bersih, aman dan sehat. Kalo sertifikasi Halal pada makanan dijamin tidak ada unsur haramnya, tapi kalo sertifikasi laik kesehatan lingkungan pada sarana / fasilitas umum dijamin kesehatan lingkungan sarana dimaksud sehat artinya potensi resiko lingkungannya terhadap gangguan / penyakit infeksi terkendali. Hal ini akan mendukung pada upaya promosi pariwisata di Indonesia bila saja fasilitas-fasilitas umum yang mendukung pariwisata seperti : Hotel, Restauran, tempat destinasi wisata, alat transportasi, dan tempat belanja, mendapatkan sertifikasi sanitasi. Tentunya disetiap sarana atau fasilitas diperlukan tenaga sanitarian yang kompeten  atau petugas yang bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatan lingkungan yang terkendali secara terus menerus. Adapun kualitas sanitasi yang perlu dikendalikan  antara lain adalah : sanitasi pengolahan dan penyajian makanan minuman, sanitasi vector pembawa penyakit, penyediaan air bersih yang cukup, sanitasi pembuangan air kotor ( limbah cair ) yang baik, sanitasi pengelolaan sampah ( garbage) yang baik, Sarana Sanitasi yang bersih dan memadai ( toilet, urinoir ), kualitas udara indoor yang sehat, kualitas bangunan yang sanitair, dll.

Peraturan Pemerintah no. 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan

Pada Bulan Agustus 2014 telah terbit tentang Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Didalamnya diatur tentang tanggung jawab dan wewenang pemerintah termasuk pemerintah daerah, baku mutu kesehatan lingkungan pada media ( Air, udara, tanah, pangan, sarana bangunan dan vector / binatang pembawa penyakit ), Sumber daya Manusia yang memiliki kompetensi, serta Pengawasan dan peran serta masyarakat.

Terhadap Sumber daya Manusia yang memiliki kompetensi, dalam UU tenaga kesehatan yang baru disyahkan oleh DPR bulan Septemr 2014 lalu, salah satu tenaga kesehatan untuk Kesehatan lingkungan adalah tenaga Sanitasi Lingkungan. Setahu penulis tenaga sanitasi atau kalo diluar negeri dikenal juga sebagai tenaga sanitarian, di Indonesia telah di didik di lingkungan politeknik Kesehatan yang sekarang dikenal menjadi diploma Kesehatan lingkungan ( D.III), sepengetahuan penulis  pendidikan ini telah dilaksanakan sejak era tahun  1960 an, bahkan sekarang banyak institusi pendidikan swasta juga mendidik tenaga sanitarian, bahkan sejak beberap tahun yang lalu lulusan ini dapat melanjutkan ke S1dan S2 (FKM) untuk jurusan kesehatan Lingkungan. Artinya kondisi saat ini pasti sudah banyak jumlah tenaga sanitarian di Indonesia.

Untuk mengimplementasi kan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam PP no. 66 / 2014 dipastikan dibutuhkan peran tenaga sanitasi lingkungan (sanitarian) yang memiliki kompetensi dan memiliki ijin kerja sebagaimana yang diatur dalam Permenkes No.32 tahun 2013 tentang Surat Ijin Kerja tenaga Sanitasi.

Kalo dilihat sektor-sektor mana saja di pemerintah dan pemerintah daerah yang perlu dukungan tenaga sanitarian selain Dinas kesehatan adalah : Dinas Pariwisata, Dinas Kebersihan, Dinas Perumahan, Dinas Perhubungan, Dinas pengawas pembangunan kota, Dinas lingkungan Hidup (BKLH), Dinas Tenaga Kerja, Perusahaan Air Minum (PAM), dan dinas –dinas lainnya yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan. Sehingga Pemerintah daerah dalam hal ini, untuk mengimplementasikan PP No. 66 tahun 2104. Perlu meningkatkan peran sanitaraian dimaksud dalam melakukan fungsi pengawasan dan pemberdayaan kepada masyarakat dalam upaya penyehatan, pengamanan, dan pengendalian factor resiko yang ada di lingkungan pemukiman, Tempat kerja, tempat pendidikan, sarana Transportasi, dan Tempat-tempat umum lainnya dimana manusia atau masyarakat kota berinteraksi dalam aktifitasnya sehari-hari.

Dalam hal upaya Kesehatan Lingkungan, sebagai salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat ( UKM), sektor kesehatan cukup sudah memberikan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan terhadap kesehatan lingkungan sebagaimana yang tertuang dalam PP.66/2014, agar selanjutnya dapat diterapkan oleh pemerintah daerah di daerah-daerah, sehingga tenaga sanitarian tidak harus berada di dinas kesehatan saja, melainkan harus  tersebar di dinas-dinas lain yang memiliki singgungan dalam melaksanakan upaya kesehatan lingkungan di fasilitasnya. Dan tidak hanya ada di pemerintahan saja melainkan juga perlu ada di swasta yang memiliki usaha bidang jasa yang memerlukan upaya kesehatan lingkungan seperti : Hotel, Tempat-tempat Hiburan, sarana transportasi, Jasa Catering, apartemen, Gedung2 perkantoran, dll.

Bila kita flashback pada era menteri Kesehatan Prof.dr. FA.Moeloek ( suami Menteri Kesehatan yang sekarang Prof. dr. Nila Djuwita ), beliau dikenal sebagai menteri yang giat menawarkan konsep paradigma sehat kepada DPR dan kepada lintas sektor termasuk pemda2, yang kemudian dicanangkan oleh presiden BJ.Habibie dengan jargon “Pembangunan Berwawasan Kesehatan”, dimana ada shifting orientasi dari orientasi kuratif ke orientasi Promotif Preventif. ( pencegahan lebih baik dari mengobati).  Menurut hemat penulis  upaya kesehatan Masyarakat (UKM) tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja melainkan dilakukan bersama sama dengan sektor terkait. Sehingga indikator UKM tidak hanya IMR, MMR, AKB, saja melainkan bagaimana peran serta sektor terkait dan pemberdayaan masyarakat terhadap UKM salah satunya upaya kesehatan Lingkungan di masing-masing lokasi dan daerah.

Disisi lain tenaga Sanitarian yang terhimpun dalam organisasi profesinya harus terus menerus melaksanakan Continueing Profesional Development (CPD ) untuk memelihara mutu kompetensi dan ketrampilan  yang akan diukur dalam sertifikasi profesi.  Selamat bekerja kepada Menteri Kesehatan yang baru Prof.dr. Nila Djuwita Moeloek, semoga upaya kesehatan lingkungan yang sudah tertuang dalam PP.66/2014, menjadi perhatian dan program prioritas kemenkes kedepan untuk mewujudkan Indonesia sehat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline