Beberapa tahun lalu, saya melihat sambutan Megawati untuk kemenagan Jokowi pada priode pertama di salah satu stasiun TV. Dengan begitu bersemangat dan punuh bergairah ia mengatakan,: "Hari ini kita menjadi pemenang, setelah 10 tahun berpuasa"
Kata-kata tersebut singkat, tapi kita tahu kemana arahnya. Memang dalam pidato tersebut masih suasana bulan puasa. Tapi makna dari 10 tahun berpuasa adalah sikap partainya yang beroposisi selama 10 tahun, semasa pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) memimpin.
Megawati, mungkin sedikit mirip dengan bapaknya. Kiprah politiknya tidak bisa dibendung. Dia selalu berfikir dan melakukan daya upaya untuk memenangkan suara partainya dalam setiap ajang kontestan pemilihan umum. Tanpa kecuali untuk Pilkada mendatang, ia ikut turun langsung tepatnya kemaren (28/09/20200). Megawati telah memberikan pengarahannya untuk calon kepada daerah dari PDI-P.
Pada kesempatan itu, dirinya berbicara panjang lebar tentang politik, dan pengalamannya dalam membesarkan partai berlambang kepala banteng tersebut. Didepan 129 calon Kepala Daerah, ia menceritakan tentang semangat perjuangan Bung Karno yang selalu berpihak pada rakyat. Setiap kepala daerah harus memiliki sikap seperti Bung Karno.
Sebagaimana diketahui, meskipun di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia masih begitu bersemangat dalam berpolitik. Dibawah kepemimpinanya telah membuat partai PDI-P menjadi partai besar.
Untuk pemilihan kepala daerah mendatang, ia tidak mau melewatkan kesempatan itu. Dengan semangat yang ber api-api, dirinya masih sangat telaten dalam menggembleng calon kepala daerah dibawah asuhan partainya.
Pengarahan Kepada Calon Kepala Daerah
Saat berbicara secara daring di depan 129 calon kepala daerah, Ia tidak hanya berbicara sebagai ketua umum partai, tapi dirinya juga berbicara dalam kapasitas sebagai dewan pengarah Badan Pembina Ideologi Panca Sila (BPIP). Megawati menyinggung tentang nilai-nilai Pancasila yang sudah mulai pudar dikalangan masyarakat Indonesia.
Seperti yang dikutib dari laman news.detik.com,:"Kita sering melupakan sebuah mutiara atau permata yang namanya Pancasila sepertinya hanya dijadikan hiasan di awang-awang di dalam konstitusi, ada di dalam pembukaan saja," tuturnya.
Hendaknya Pancasila jangan hanya diucapkandalam seremonial dalam pembukaan acara kenegaraan saja, tapi juga harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.