Bandung, 23 Oktober 2024 -- Dalam balutan dedaunan merah dan kuning musim gugur, Auditorium Gedung Damar di Telkom University bergemuruh dengan kehangatan penuh makna. Di dalamnya, Telkom University, melalui Fakultas Komunikasi & Ilmu Sosial (FKS), menyajikan sebuah acara yang mendalam, bertajuk "Self Care Bukan Hanya Sekedar Me Time." Kegiatan ini bukan sekadar mengisi ruang waktu di kalender akademis, tetapi menjadi sebuah lentera bagi jiwa-jiwa muda yang haus akan pemahaman diri, bertepatan dengan peringatan World Mental Health Day pada 10 Oktober lalu.
Di tengah arus hidup yang seringkali deras dan membingungkan, Wakil Rektor Bidang Admisi, Kemahasiswaan, dan Alumni, Dr. Dida Diah Damajanti, menyampaikan harapan besar kepada para peserta. Dalam kelembutan suaranya, ia memercikkan harapan bahwa kegiatan ini bukan hanya menambah pengetahuan, melainkan menjadi cermin kecil yang dapat membantu mahasiswa mengenali bayang-bayang masalah yang mungkin terpendam dalam diri. "Dengan mengenali diri," ujar Dr. Dida, "diharapkan peserta mampu melakukan identifikasi dini terhadap masalah kesehatan mental yang mungkin mereka hadapi."
Tersebutlah Sarah F. Fathoni, seorang psikolog muda dari Edelweiss Children Center, yang hadir memberikan langkah-langkah praktis bagi para peserta untuk melakukan self-care. Dalam paparannya, Sarah mengajak para peserta untuk menghargai indra yang Tuhan anugerahkan sebagai pelipur lara di tengah hari-hari yang kadang kelam. "Jika dirasa berat, kita bisa mulai dengan hal sederhana, dengan apa yang kita miliki, seperti lima panca indera kita. Beberapa merasa tenang dengan rasa, seperti menikmati makanan favorit; yang lain merasa damai hanya dengan menatap hijau dedaunan atau menghirup aroma kopi hangat di pagi hari," jelasnya dengan senyum teduh yang menyebar hingga sudut ruangan.
Sementara itu, Litasari W. Suwarsono, psikolog klinis dan moderator dalam acara tersebut, membawa sebuah isu yang akrab dalam keseharian mahasiswa: FOMO, atau ketakutan akan tertinggal tren. "Dunia bergerak begitu cepat, dan tidak jarang tekanan sosial membuat seseorang merasa kurang cukup, merasa tertinggal. Hal ini bisa berujung pada beban mental yang berlarut-larut. Penting untuk memupuk identitas diri, agar kita semua bisa kuat menghadapi segala rintangan," ungkapnya, seolah hendak merangkul setiap jiwa yang hadir.
Acara ini, yang didukung oleh dua poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)---yakni Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan serta Pendidikan Berkualitas---mengingatkan kita bahwa self-care bukan hanya urusan satu hari di agenda. Sebaliknya, ia adalah sebuah perjalanan panjang mengenali, menerima, dan mencintai diri sendiri, meski terkadang dunia tidak selalu ramah. Semoga, harapan ini tak hanya menguap setelah acara berakhir, tetapi tertanam dalam hati dan pikiran, menguatkan mereka yang hadir untuk menyongsong hari-hari dengan jiwa yang lebih kokoh.
Di akhir sesi, di antara tepuk tangan yang hangat, seorang mahasiswa Telkom University tampak tersenyum, seolah menemukan secercah cahaya baru di sudut hatinya. Self-care, pikirnya, kini bukan lagi sekadar istilah, tetapi sebuah langkah nyata, sebuah perjalanan menuju penerimaan, dan sebuah upaya mencintai diri yang mungkin terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H