Sarung kembali menjadi pilihan gaya kasual untuk dikenakan dalam berbagai aktivitas sehari-hari generasi muda urban tanah air. Sarung pria beberapa dekade terakhir identik dengan salat atau acara adat. Ia juga khas dengan kamar tidur. Nyaman dan leluasa untuk dipakai di kasur. Saat itu, sarung bukan pilihan untuk dipakai bepergian, bekerja, atau jalan-jalan. Kini sarung tampil di dunia mode dengan wajah yang lebih segar dan dapat diterima anak muda.
Jangan keliru, sarung dan kain memang mirip. Bila kain umumnya sehelai berbahan katun atau sutra, sarung berbeda. Kedua ujungnya dijahit menyatu sehingga menyerupai pipa atau tabung. Sesuai informasi Wikipedia, sarung berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang sebagai bawahan busana.
Sarung berasal dari Yaman dan penggunaannya menyebar hingga Asia dan Afrika. Sarung pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-14, dibawa oleh saudagar Arab dan Gujarat. Sebagai bagian kebudayaan Islam di Indonesia, sarung merupakan pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi.
Sejalan dengan perkembangan zaman, peran sarung digantikan dengan celana panjang karena dinilai praktis. Perkantoran juga mewajibkan celana panjang sebagai standar kerapian dan kesopanan. Akibatnya, pria jarang memakai sarung karena digunakan pada tempat-tempat tertentu.
Dengan kemajuan zaman, masyarakat semakin sadar mode dan peluang mendapat pundi-pundi uang tak lagi hanya bekerja sebagai pegawai kantoran, sarung kembali mengambil tempat dalam ranah mode tanah air. Pria modern tak lagi terkungkung oleh aturan fashion yang baku melalui majalah mode atau media. Mereka lebih kritis dan bebas dalam menentukan gaya berbusana pribadi. Khususnya pria yang berprofesi sebagai wiraswasta dan pekerja kreatif.
Luas dan mudahnya akses informasi tentang mode pria menciptakan diversifikasi gaya personal bagi setiap individu sesuai selera dan kebutuhannya. Berbagai konflik mengenai warisan budaya dengan negara tertangga yang telah terjadi pun menumbuhkan kesadaran dan rasa bangga generasi muda untuk mengeksplorasi serta mempertahankan kekayaan tersebut. Sarung menjadi salah satu cara menunjukkan nasionalisme melalui hal sederhana dan mendasar (baca: pakaian).
Beberapa desainer tanah air dalam kurun waktu tahun terakhir, telah mendorong pria Indonesia untuk kembali menjadikan sarung sebagai bagian gaya berbusana sehari-hari. Beberapa nama seperti Dwi Iskandar, Oka Dwiputra, dan Elkana Gunawan menciptakan koleksi sarung yang modern. Sarung tak hanya sekedar selembar kain yang digulung. Ia hadir dengan nuansa 'kekinian' melalui aksesori hits seperti tali pengencang yang praktis sekaligus dekoratif, obi dan tas pinggang kecil. Desain sarung mereka modern sehingga dapat dipakai bersama blazer, jaket jeans, dan sneaker sporty.
Salah satu media gaya hidup pria www.lanangindonesia.com, pada awal bulan ini menampilkan fashion dengan sarung untuk trend musim panas 2017. Pada fashion spread tersebut, terlihat bagaimana sarung Indonesia terlihat kasual dan modern bersama produk mode global seperti TOPMAN, Old Navy, dan ALDO.
Menurut saya, sarung akan menjadi salah satu produk fashion pria yang semakin booming di masa mendatang, tak saja di Indonesia tapi dunia. Lovi Ceylon, melalui brand Lovi Sarongs di Srilanka, telah mematenkan rancangan sarung bersakunya. Sementara desainer internasional Christopher Raeburn sudah terlebih dulu memamerkan koleksi 'bersarungnya' untuk musim panas 2016 lalu.
Selain praktis, sarung menunjukkan fashion statement yang memberi definisi global pada identitas pemakainya secara cepat, mudah, dan ramah. Di zaman dengan gaya hidup yang semakin kompleks, sarung menunjukkan simplisitas dan modernitas dalam visual yang berujar, "It's Fashion'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H