Lihat ke Halaman Asli

Asset Recovery dalam Upaya Pengembalian Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

Diperbarui: 19 November 2020   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam korupsi selama ini kita hanya berfokus pada pemberantasan dan pencegahan, namun terdapat hal lain yang lebih penting yaitu asset recovery. Dalam hal ini bagaimana upaya kejaksaan dalam melakukan asset recovery?

Rata-rata hukuman subsider pada koruptor adalah berupa kurungan, hal tersebut karena para koruptor lebih memilih hukuman subsider kurungan karena jangka waktu kurungan hanya berkisar 6 bulan saja dimana itu sangat singkat, oleh karena itu para koruptor lebih memilih hukuman subside tersebut dariapda membayar denda, sehingga kerugian negara sulit dipulihkan. 

Padahal dalam UU korupsi diamanatkan kerugian negara harus dikembalikan/diganti oleh pelaku. Namun dalam prakteknya tidak mudah. Contohnya pada kasus di Kota Surabaya, terdapat kasus dimana uang yang dititipkan ke pengadilan dimana uang tersebut dikorupsi oleh panitera, saat dilakukan pengusutan mengenai kasus ini, panitera tersebut sudah meninggal sehingga kejaksaan melakukan penuntutan ke ahli wairs, namun ahli waristidak mampu membayar. 

Berikut adalah upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mengembalikan asset:

  • Saat melakukan penyidikan, diupayakan untuk menyita asset sebanyak mungkin
  • Melalui sita perdata
  • Melalui RUU tentang Perampasan asset yang sejak 2012 belum disahkan
  • Melalui pasal 3, 4, 5 UU. No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Dalam prakteknya, kejaksaan tetap menggunakan RUU yang belum disahkan tersebut meskipun berorientasi pada KUHAP. Untuk memaksimalkan upaya asset recovery, dilakukan penyitaan sebanyak banyaknya, seperti yang dilakukan KPK pada kasus Joko Susilo dimana KPK menyita asset Joko Susilo 20 tahun ke belakang, KPK juga meyita asset jiwasraya berupa benda bergerak hingga benda tidak bergerak sekitar 13 Triliun. 

Selain itu jika koruptor selama kurun waktu 30 hari belum membayar uang pengganti maka jaksa dapat melakukan penyitaan lalu melelang harta untuk menutupi uang pengganti. Penggugatan ahli waris menjadi salah satu opsi lain jika kerugian negara yang disebabkan oleh korupsi belum terpulihkan. Salah satu cara yang digalakkan dewasa ini adalah pemiskinan koruptor dengan berlandaskan UU. No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kegiatan asset recovery sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan, yang pertama adalah pelacakan asset oleh bidang intel ke seluruh instansi yang teridentidikasi berhubungan dengan koruptor. 

Langkah kedua adalah melakukan pembekuan dengan cara pemblokiran rekening. Selanjutnya adalah melakukan penyitaan barang bergerak maupun tidak bergerak. Selanjutnya adalah perampasan, yang dilanjutkan dengan pemeliharaan dan pengelolaan. Jika sudah melakukan pemeliharaan dan pengelolaan maka langkah yang terakhir adalah pengembalian asset kepada negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline