Lihat ke Halaman Asli

Pemanasan Global dan Pertanian

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel


Membicarakan isu-isu lingkungan memang selalu aktual, hal ini disebabkan manusia dan makhluk hidup lainnya tumbuh dan berkembang bersama-sama dalam suatu lingkungan. Di sisi lain telah dilaksanakannya beberapa pertemuan tingkat dunia dalam rangka membahas issue perubahan iklim dan lingkungan yang salah satunya telah dilaksankan di Bali pada tahun 2007. Tahun 2010 ini pula dilaksankan pertemuantingkat dunia berkaitan dengan perubahan iklim dan cuaca di Oslo Norwegia. Sesungguhnya perubahan iklim berpengaruh besar terhadap dunia pertanian yang sebagian besar sangat tergantung pada iklim dan cuaca. Secara mudah kita bisa memahami arti penting perubahan iklim terhadap dunia pertanian adalah peran dari sector pertanian sebagai sektor penyuplai makanan dunia (feed the world), dan sector industry turunannya untuk kebutuhan ummat manusia, sector yang sangat penting bagi keberlangsungan tata dunia di masa depan. Sebagai contoh pertambahan penduduk dunia yang semakin tinggi akan mengakibatkan permintaan makanan semakin tinggi pula. Hal ini tidak dapat dihindari karena sektor pertanian secara umum begitu strategis diwacanakan dan perlu dicari solusi dalam menghadapai era perubahan iklim dan cuaca yang sedang berlangsung ini.

Pemanasan Global

Satu hal penting yang selalu disoroti dalam membahasa pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim adalah kadar GHG (Green House Gas) di atmosfer seperti CO2 (karbondooksida), CH4 (methan) dan N2O (Nitro-oksida) yang semuanya dapat mengakibatkan effek rumah kaca dan pemanasan global. Dari ketiga GHG tersebut CO2 adalah yang paling sering dijadikan indicator pemanasan global karena gas tersebut adalah paling besar konsentrasinya di atmosphere dibanding dua gas yang lainnya. Peneliti pertanian dan lingkungan seperti Alagarswamy telah melaporkan peningkatan kadar CO2 di atmosfer dari masa pra-industri (tahun 1750) sebesar 280 ppm menjadi sekitar 375 ppm pada tahun 2000 atau saat ini, hal ini secara pasti telah merubah respond tanaman terhadap perubahan kadar gas CO2 tersebut. Lebih dari itu IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) adalah lembaga khusus yang dibentuk PBB untuk menangani masalah perubahan iklim telah melakukan ramalan ilmiah (dipublikasikan tahun 2001, 2007) perihal peningkatan kadar CO2 di atmosfer pada tahun 2100 sekitar 550-970 ppm dan akan diikuti peningkatan suhu sebesar 1.8 – 4 derajat celcius. Fakta dan berita tersebut sedikit banyak telah kita rasakan saat ini peningkatan suhu yang semakin terasa bila dibandingkan beberapa dekade sebelumnya.

Pengaruh pada tanaman

Tanaman sebagai organisme, pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat hidupnya, interaksi antara genetik dan lingkungan akan menentukan penampilan pada tanaman tersebut apakah akan merepon positif seperti hasil panen tinggi atau sebaliknya. Sebagai contoh umum padi yang dikembangkan di daerah iklim dingin akan memberikan hasil panen rendah bila ditanam pada daerah iklim panas begitu pula sebaliknya. Contoh lain adalah secara umum tanaman kedelai akan memperlihatkan respond positif pada kondisi CO2 tinggi namun merespond negatif pada kenaikan suhu tertentu. Perubahan iklim yang sedang berlangsung sedikit-banyak telah merubah respon tanaman terhadap perubahan tersebut, namun kepastian respon tanaman tersebut perlu pengujian lebih lanjut dan kontinyu dalam usaha menjaga produktivitas tanaman di masa perubahan iklim ini. Tanaman diketahui begitu sensitive terhadap suhu, perubahan suhu sebesar 1 derajat celcius saja dari suhu optimal akan mengakibatkan penurunan kualitas panen seperti yang telah diteliti di lembaga IRRI pada komoditas padi dalam merespon masalah perubahan iklim ini.. Selain suhu, perubahan iklim dalam kaitannya dengan bidang pertanian adalah meningkatnya kadar CO2 di atmosfer yang secara biologis akan mempengaruhi laju photosynthesis dan secara langsung akan mempengaruhi panen, namun kekurangan dari penelitian respond tanaman terhadap kadar CO2 adalah fasilitas penelitiannya yang sangat mahal sehingga ada baiknya untuk melakukan studi analisis dari hasil-hasil penelitian yang berkenaan dengan kadar CO2 tersebut untuk diuji secara statistik. Setiap orang tentu tidak menginginkan hasil panen menurun bahkan sampai gagal akibat perubahan iklim tersebut. Peningkatan hasil panen tanaman sangat erat kaitannya dengan faktor iklim sehingga perhatian khusus terhadap penelitian di bidang iklim harus lebih diperhatihan baik oleh pemerintah ataupun swasta yang merupakan penyandang dana utama dari peneliti-peneliti di tanah air, hal tersebut dalam rangka merespon era perubahan iklim yang secara khusus jangka panjang berpotensi merugikan sektor pertanian dan secara langsung akan menganggu supply makanan masyarakat secara nasional maupun internasional.

Opini:

Keseimbangan antara makanan dan energi patut diperhitungkan jangka panjang jangan sampai di sia-siakan potensi SDA dan SDM yg super kaya di negeri Indonesia ini. Jangan sampai pula dibiarkan percuma potensi tersebut oleh karena sifat pemegang kebijakan yang `pelit` terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline