Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Romadhoni

Partner Konsultan Pajak Fima WPID

Bisakah Tata Kelola Syariah diterapkan didalam Instansi Pemerintah ?

Diperbarui: 27 November 2023   06:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Lumajang

Bisakah Tata Kelola Syariah di terapkan didalam Instansi Pemerintahan ?

Pada prinsipnya pemerintahan seharusnya bisa dilaksanakan atas dasar syariah dan secara ketentuannya tidak bertentangan dengan konstitusi perundang-undangan yang ada, artinya secara kebijakan memiliki pengakuan secara legal melalui sistem perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke-Tuhanan dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah sebagai penyelenggara memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan baik dan maksimal. Dalam mencapai tujuan itu maka diperlukan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sejalan dengan konsep good governance yang mengutamakan keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat secara bersama-sama dalam penyelenggaraan pembangunan maka mutlak kolaborasi antara ketiga stakeholder tersebut sebagai pilar tata kelola pemerintahan yang baik harus dilakukan. Oleh karena itu sudah sewajarnya diperlukan kolaborasi/kolaboratif pemerintahan (collaborative governance).

Tata kelola pemerintahan yang baik sudah pernah dilaksanakan ketika Rasulullah SAW memimpinan Madinah, sebagaimana pemerintahan waktu itu juga dilaksanakan secara profesionalitas, transparansi, berkeadilan, dan Amanah. Syahrizal Abbas membuat terminilogi lain bahwa tata kelola pemerintahan syariah didalam ayat Al-Qur’an menjadi dasar pendoman utama dan itu masih sangat umum (universal). Sesuai dengan konsep (good governance) yang mengutamakan kolaborasi dan keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat sekaligus hubungannya dengan prinsip responsibilitas (pertanggung jawaban), dan supaya mencapai sebuah tujuan tata kelola yang baik, sebagaimana firman Nya dalam surat An Nisa/4:59: yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kamu...”. Dengan Nilai- Nilai Syariah yang Sejalan Dengan GCG/Good Corporate Governance di dalam buku karya Sumani dengan lebih aplikatif, penulis menggunakan contoh dari BNI Syariah, yang memiliki kebijakan internal berupa nilai-nilai syariah yang sejalan dengan prinsip GCG antara lain:

  • Amanah, Salah satu sifat wajib Rasulullah SAW yang secara harfiah berarti “dapat dipercaya”. Dalam budaya kerja BNI Syariah, Amanah didefinisikan sebagai “Menjalankan tugas dan kewajiban dengan penuh tanggung jawab untuk memperoleh hasil yang optimal.”
  • Jamaah, Perilaku kebersamaan umat Islam dalam menjalankan sesuatu yang sifatnya ibadah dengan mengutamakan kebersamaan dalam satu naungan kepemimpinan. Dalam budaya kerja BNI Syariah, Jamaah didefinisikan sebagai “Bersinergi dalam menjalankan tugas dan kewajiban.”
  • Sapu Jagat, QS. Al-Baqoroh: 201: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
  • Transformasi, QS. An-Nahl: 41: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar kalau mereka mengetahui.”
  • Strategi Komunikasi, QS. An-Nahl: 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk.”
  • Amnesty, QS. Hud: 114: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”
  • Teladan, QS. Al-Ahzab: 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
  • Pelopor Kebaikan, QS. An-Nisa: 85: “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Pajak merupakan suatu hal yang telah diterapkan di hampir seluruh negara di dunia. pajak memiliki kontribusi besar terhadap keberlangsungan negara karena secara keseluruhan anggaran negara bersumber dari pajak. Pajak dianggap sebagai suatu perwujudan keadilan yang mana ketika seseorang membayarkan sejumlah pajak, dana yang dibayarkan akan dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat (Waid, 2020). Hubungan zakat dan pajak nampaknya telah dimulai sejak masa-masa awal pengembangan Islam. Hal tersebut terjadi ketika pasukan muslimin baru saja berhasil menaklukkan musuhnya. Khalifah Umar, atas saran-saran pembantunya memutuskan untuk tidak membagikan harta rampasan perang, termasuk tanah bekas wilayah yang sudah di taklukan. Tanah-tanah yang direbut dengan kekuatan perang ditetapkan menjadi milik penduduk setempat. Konsekuensinya penduduk di wilayah tersebut diwajibkan membayar pajak (kharaj), bahkan sekalipun pemiliknya telah memeluk ajaran Islam. Hal inilah yang menjadi awal berlakunya pajak bagi kaum muslimin di luar zakat.

Sesuai dengan aturan pajak daerah dan retribusi daerah khususnya di kabupaten lumajang yang diatur didalam UU No 28 tahun 2009, PP No 55 tahun 2016, Perda Kab Lumajang No 4 tahun 2011 tentang pajak daerah, dan disebutkan pengertiaanya adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Lumajang berupaya untuk menciptakan tata kelola yang baik, hal tersebut dapat terlihat dari salah satu indikator realisasi penerimaan pajak selama Tahun 2016 – 2022 selalu mengalami kenaikan, terkecuali pada tahun 2020 yang mengalami penurunan karena pandemi covid-19. (terlampir di tabel)

Dari hasil penerimaan pajak daerah tersebut dana tersebut dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan, baik pembangunan infrastruktur, SDM, kesehatan, pendidikan, dan yang lainnya. Dana dari penerimaan pajak daerah dengan pencapaian penerimaan kontribusi setiap desa yang sudah masuk ke kas daerah juga akan di kembalikan ke desa sesuai dengan pencapaian realisasi setiap desa dalam bentuk dana bagi hasil yang nanti akan di pergunakan untuk pembangunan didesa sesuai dengan kebutuhan yang ingin di kembangkan atau diprioritaskan sesuai dengan program dari desa tersebut. Selain itu pemerintah kabupaten lumajang juga memiliki sebuah program untuk mengedukasi masyarakat salah satu nya dengan program ASN Patuh Pajak dimana Aparatur Sipil Negara wajib memberikan contoh yang baik dan mengimplementasikan tentang kepatuhan dalam hal kewajiban perpajakannya sendiri khususnya pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan/PBB-P2.

Kesimpulannya sebagaimana yang sudah di jelaskan sebelumnya tata kelola syariah tidak hanya didalam perusahaan, lembaga keuangan atau non keuangan saja melainkan bisa diterapkan didalam instansi pemerintahan yang mana Islam sebagai sistem kehidupan, mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (Al-Ibadat), dan hubungan manusia dengan makhluk (Al-Muamalah) dalam seluruh aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan Negara. Hal ini tercermin didalam pemerintah kabupaten lumajang sudah bisa menjalankan sebuah tata kelola yang baik secara syariah dimana saat ini khususnya dalam menjalankan sebuah proses mekanisme pemungutan perpajakan yaitu pajak daerah di kabupaten lumajang sudah memperlihatkan perwujudan tata kelola yang baik, berkeadilan dan membawakan rasa sumbangsih dan kesadaran sukarela terhadap wajib pajak dengan ASN memberikan contoh dan mengimplementasikan secara langsung untuk patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Sebagai umat muslim yang baik kewajiban untuk mengeluarkan harta tidak hanya dengan membayar zakat saja melainkan memiliki kewajiban dengan patuh terhadap kewajiban perpajakan karena hal tersebut guna menghimpun dana yang diperlukan dan di kembalikan lagi untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Hal tersebut juga akan secara langsung berhubungan dengan maqashid syariah yang menurut Imam Syathibi, Allah SWT menurunkan syariat (aturan hukum) tiada lain selain untuk mengambil kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (jalbul mashalih wa dar'ul mafasid).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline