Lihat ke Halaman Asli

Diskursus Kejahatan Pada Pemikiran Teodesi

Diperbarui: 9 November 2024   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diskursus Kejahatan Pada Pemikiran Teodesi

Problem teodisi yang berkutat pada kausalitas dan penyelenggaraan Tuhan sejak zaman Yunani Tuhan terhadirkan sebagai terdakwa. Kejahatan dan penderitaan sebagai suatu privasi senantiasa hadir dalam realitas dan kehidupan. Sementara Berger menggunakan konsep Teodisi untuk memberikan makna terhadap penderitaan yang dialami manusia di dunia, dengan sekaligus menjanjikan kebahagiaan 'di dunia sana'. Dalam hubungan ini agama jelas merupakan sebuah kekuatan alienasi.

 Alienasi oleh Berger dimengerti sebagai terputusnya hubungan dialektik antara individu dengan dunianya. Menurut Berger teodisi mempengaruhi secara langsung setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Salah satu fungsi sosial penting teodisi adalah sebagai penjelasan hak kesetaraan dalam sebuah kekuasaan dan keistimewaan yang diperoleh seorang manusia dari Tuhan. Kata Kunci: Teodisi, Agama, Kebaikan, Kejahatan.

Pendahuluan

Diskursus mengenai keberadaan kejahatan dalam dunia yang dianggap diciptakan oleh Tuhan yang Maha Baik, Maha Kuasa, dan Maha Mengetahui adalah salah satu topik paling penting dan menantang dalam filsafat agama. Teodisi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut upaya filosofis dalam membenarkan kepercayaan akan Tuhan dalam konteks keberadaan kejahatan. Secara etimologis, teodisi berasal dari bahasa Yunani theos (Tuhan) dan dike (keadilan), yang berarti "pembenaran Tuhan." Pertanyaan utama dalam teodisi adalah: jika Tuhan itu ada, mengapa ada kejahatan?

Diskursus ini bertujuan untuk mencari jawaban yang dapat diterima secara logis dan etis terhadap paradoks keberadaan kejahatan dalam dunia yang diyakini diciptakan oleh Tuhan yang Maha Sempurna. Paradoks ini kerap dijadikan argumen ateisme yang menantang konsep Tuhan tradisional dalam agama-agama Abrahamik (Islam, Kristen, dan Yahudi) yang menganggap Tuhan sebagai entitas yang baik dan berkuasa.

Definisi Theodecy

Secara etimologi, teodisi berasal dari bahasa Yunani "theos" berarti tuhan dan "dike", artinya keadilan, yang merupakan studi teologis filosofis yang mencoba untuk membenarkan Allah (sebagian besar dalam monoteistik) dan bersifat omni-kebajikan (semua mencintai). Lorens Bagus, penulis Kamus Filsafat, memberikan beberapa pengertian untuk istilah ini. Pertama, teodisi diartikan sebagai ilmu yang berusaha membenarkan cara-cara (jalan-jalan) Allah bagi manusia. 

Kedua, teodisi adalah sebuah usaha untuk mempertahankan kebaikan dan keadilan Allah ketika Allah menakdirkan atau membiarkan suatu kejahatan moral dan alamiah maupun penderitaan manusia. Ketiga, usaha untuk membuat kemahakuasaan dan kemaharahiman Allah cocok dengan eksistensi kejahatan. Dengan demikian, teodisi merupakan satu upaya untuk mempertahankan, atau bahkan "membela" pemahaman kita tentang Allah (khususnya dalam hal ini kebenaran dan keadilan-Nya), ketika realita atau fakta yang dihadapi membuat kita mempertanyakan atau menggugatnya.

Istilah ini dimunculkan pada tahun 1710 oleh filsuf Jerman Gottfried Leibniz dalam sebuah karya berbahasa Prancis dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh E.M Huggard berjudul Theodicy:Essays on The Goodness of God, the Freedom of Man and the Origin of Evil (Teodisi: Esai tentang Kebaikan Tuhan, Kebebasan Manusia dan Keaslian sifat Setan). Sebuah karya yang dimaksudkan untuk mancari pemecahan masalah tentang penyelenggaran Tuhan di dunia, yakni antitesa antara adanya Tuhan yang tak terhingga baiknya dengan kejahatan di dunia ini.

Istilah teodise dipertahankan disamping istilah filsafat agama (philoshophy of religion) dan filsafat ketuhanan (Philoshophy of God), karena istilah ini secara teknis kefilsafatan bersifat netral dan universal. 

Dalam membahas masalah ketuhanan, teodise dapat mempresentasikan kesimpulan tentang Tuhan: baik sebagai ada mutlak (God as The Absolute being), atau meminjam istilah Blaise Pascal sebagai "Ie dieu des Philosophes et des Savant" (Tuhan para filosof dan ilmuwan). Teodise pun dapat mempresentasikan Tuhan sebagai "wujud Personal" (God a Personal Spirit), yang diistilahkan oleh Pascal dengan "Ie dieu des d'Abraham, d'Isaac et de Jacob" (Tuhan Ibrahim, Ishak, dan Ya`kub). 

Teodisi dikatakan bersifat universal, karena istilah ini telah dikenal oleh kalangan filosof, teolog maupun ilmuwan-ilmuwan yang terlibat dalam diskursus ketuhanan. Oleh karena wataknya yang bersifat filosofis, dalam membahas masalah ketuhanan, teodise membatasi pembahasannya pada batas-batas rasional kodrati dengan tidak menyandarkan pada otoritas dari kebenaran apa pun, terutama wahyu Tuhan. Dengan demikian dalam membahas masalah ketuhanan, teodise lebih mempertimbangkan aspek obyektifitas dan terbuka secara umum, baik bagi orang yang mempercayai-Nya atau tidak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline