Pengantar :
Dalam rangka menghormati dan mengenang para pejuang rakyat Cilegon dalam melawan Penjajah Belanda, dimotori oleh para Kyai (Ulama) yang terjadi di Cilegon pada tanggal 9 Juli 1888, saya sajikan tulisan bersambung yang disarikan dari buku karya Prof. Sartono Kartodirdjo "Pemberontakan Petani Banten 1888".
---------------------
Orang yang paling dicari oleh pihak kolonial pasca pemberontakan tak lain adalah Ki Wasid dan H.Tubagus Ismail beserta pasukannya. Setelah seminggu mengobrak abrik beberapa kampung yang dianggap berpotensi dijadikan tempat persembunyian para pejuang, namun hasilnya nihil, Residen Banten lalu mengumpulkan seluruh kepala desa. Bupati Serang menyampaikan pidatonya tentang kewajiban kepala desa membantu pemerintah dalam usaha mengejar dan menangkap pimpinan pimpinan pemberontakan termasuk para pengikutnya.
Dalam pertemuan inilah kemudian pemerintah menjajikan hadiah 500 gulden bagi siapa saja yang sanggup menyerahkan Ki Wasid dan H. Tubagus Ismail atau tokoh tokoh lain yang ikut dalam pemberontakan hidup atau mati. Kepala Desa serentak menjawah "nggih", tapi dengan sikap yang tidak sungguh sungguh.
Keesokan harinya, dua detasemen tentara di kirim ke Ciore, satu detasemen lagi menyusul. Selama dua hari tentara mengobrak abrik kampung ini dalam upaya mwncari dan menangkap Ki Wasid dan pasukannya, namun demikian nampaknya upaya ini sia sia belaka, tak menghasilkan apa apa.
Pihak pemerintah --kolonial--- sangat geram, lagi lagi mengumumkan pemberian hadiah bagi yang bisa menangkap pimpinan pemberontakan, kali ini hadiahnya di naikkan menjadi 1000 gulden.
Pihak kolonial nampaknya terkecoh dengan terpisahnya beberapa rombongan pasukan dari pasukan induk yang dipimpin Ki Wasid dan H.Tubagus Ismail. Sartono Kartodirjo memberikan satu analisa, bahwa kemungkinan hal ini adalah strategi untuk mengalihkan perhatian tentara kolonial dalam upaya mencari pasukan induk Ki Wasid agar bisa meloloskan diri dari pengejaran. Disamping itu, pihak kolonial juga terkecoh dengan adanya informasi dari rakyat yang telah memberikan kabar bohong tentang kemana Ki Wasid bersembunyi.
Sebenarnya kemana Ki Wasid, H. Tubagus Ismail dan pasukannya bersembunyi hingga tidak bisa ditemukan pihak kolonial.
Ternyata sehari setelah pertempuran di Toyomerto serta adanya kabar datangnya bantuan militer dari Batavia, pasukan Ki Wasid menyingkir dari Cilegon ke kampung Kaligandu, istirahat di rumah H. Nasiman.
Esoknya berangkat lagi menuju Kampung Ciora berhenti di rumah H. Madani, di kampung Ciore ini sempat menginap satu malam, esoknya berangkat lagi. Adapun yang dituju adalah Gunung Gede. Para pimpinan pejuang pemberontakan berpendapat bahwa Gunung Gede cocok dijadikan tempat untuk bertahan.