Pengantar :
Dalam rangka menghormati dan mengenang para pejuang rakyat Cilegon dalam melawan Penjajah Belanda, dimotori oleh para Kyai (Ulama) yang terjadi di Cilegon pada tanggal 9 Juli 1888, saya sajikan tulisan bersambung yang disarikan dari buku karya Prof. Sartono Kartodirdjo "Pemberontakan Petani Banten 1888".
-------------------
Bentrok antara dua kekuatan tak dapat di hindari, ini terjadi di sekitar Toyomerto pada tanggal 10 Juli 1888. Kekuatan militer bersenjata senapan lengkap, berhadapan dengan kekuatan rakyat yang dibekali dengan senjata Golok, klewang dan bambu runcing dengan tekad perang sabil.
Ketika kedua pasukan saling berhadapan, Bupati Serang dan kontrolir lantas turun dari dokar. Bupati minta agar Ki Wasid dan pasukannya mengurungkan niatnya untuk menyerbu Serang, namun sia sia lantaran permintaan Bupati itu di tolak dan dibalas dengan teriakan "Sabil Allah".
Situasi mencekam karena dua kekuatan berhadap hadapan langsung, Kolonel Van der Star mengambil alih komando, minta supaya pasukan pejuang yang berkekuatan sekitar 200 orang membubarkan diri dengan ancaman akan ditembak jika tidak menyerah, namun para pejuang tak mau menyerah, terjadilan pertempuran sengit, serentetan tembakan dari tentara kolonial diarahkan ke pasukan Ki Wasid, darah bercucuran dan korban bergelimpangan di pihak pasukan Ki wasid, sebagian syahid sebagian terluka parah.
Jelas pertempuran ini tidak seimbang, bahkan tidak di duga sebelumnya oleh para pejuang Cilegon. Melihat kekuatan yang tak imbang dari segi persenjataan, ditambah lagi banyaknya anggota pasukan yang bergelimpangan, pasukan Ki wasid kemudian mundur.
Andai saja pertempuran ini berkesudahan lain, misalkan pasukan Ki Wasid mengalami kemenangan, maka tidak menutup kemungkinan Serang akan menjadi ajang pergulatan antara pejuang dan pihak koonial.
Namun dengan mundurnya pasukan Ki Wasid di Toyomerto, sangat berpengaruh terhadap rencana penyerbuan ke Serang mengingat pasukan yang dibentuk atas perintah Ki Wasid untuk wilayah afdeling Serang dan sekitarnya sedang menunggu perintah dan kedatangan Ki Wasid.
Pasukan tersebut yaitu dari Bendung di pimpin H. Moch. Asik, Terumbu dipimpin H. Hanafiah dan H Muhyidin, Kubang di pimpin H. Khatab, ketiga pasukan ini langsung dibawah pengawasan H. Sangadeli. Demikian juga di Kaloran di bentuk pula pasukan di pimpin Raim dan Kaganteran di pimpin Abu Bakar.
Sebetulnya sejak tanggal 9 Juli 1888, sebagaimana perintah Ki wasid, semua pasukan sudah siap siaga dan berkumpul di sekitar Masjid Agung Serang dan Kaloran. Rencananya memang Serang akan diserbu dari segala penjuru termasuk oleh pasukan Ki Wasid dari Cilegon. Namun hingga hari senin tanggal 10 Juli itu, belum ada perintah dari Ki Wasid, bahkan Ki Wasidpun belum juga muncul di Serang.