Lihat ke Halaman Asli

KANG NASIR

TERVERIFIKASI

petualang

Di Yogya, Ada ''Oseng Mercon''.

Diperbarui: 17 April 2016   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ketiga ada di Yogya, segala urusan pokok sudah terlampaui dengan aman dan sentosa. Ditengah aktifitas yang cukup melelahkan, urusan perut tetap harus menjadi prioritas yang paling utama agar jangan mengganggu segala kegiatan.

Urusan perut ini, mau tak mau harus berburu kuliner, untuk yang pertama agar  terasa  segar,  pagi sekali mantan pacar saya sudah menyediakan susu segar  yang betul betul keluar dari sapi, alias susu murni yang dijajakan simbok simbok berkeliling kampung, susu ditemani  gorengan tahu tempe dan lumpia, didapat dari warung mbah Marno, tetangga anak saya yang tiap pagi  berujualan makanan jajanan pasar.

Perut Indonesia tentu beda dengan perut ‘’londo’’ yang biasa sarapan cukup dengan susu dan roti, Perut saya adalah perut Indonesia Asli, alias bukan perut Indonesia keturunan manapun, perut saya selalu protes jika tidak diisi dengan nasi. Maka, sasaran utama sarapan pagi –meskipun waktunya sudah agak siang – adalah Soto, Soto siapa lagi kalau bukan Soto Soleh yang sudah tak asing namanya seantero Yogya.

Maka meluncurlah saya ke tempat Soto Soleh yang ada di komplek Stadion Kridosono meski jaraknya lumayan agak jauh dari rumah. Makan di Warung Soto Soleh, bukan hanya sekedar menghilangkan lapar, tapi  mengulang kembali kenangan saat masih kuliah puluhan tahun lalu.

Bukan bermaksud mempromosikan, yang pasti Soto Soleh disamping sudah terkenal sejak dulu, rasanya memang beda dengan soto soto yang lain, walaupun memang secara umum soto ya tetap soto, artinya rasa asli soto tetap terasa, namun dibalik itu, ada sesuatu yang beda dibalik rasa itu. Harganyapun cukup murah, cukup hanya dengan mengantongi uang Rp.15.000, sudah cukup untuk melahap soto satu mangkok penuh, kalau ingin tambah usus, babat goreng, krupuk dan the manis, ya tentu harus bawa uang lebih dari itu, karena semua yang dilahap di situ harus bayar, nggih toh…..

Untuk makan siang, saya nyambangi rumah makan mbok Sabar yang juga termasuk kuliner Vaforit saya sejak dulu, letaknya tidak jauh dari jembatan Sayidan masuk kedalam. Dulu waktu masih mahasiswa, kalau kantong lagi ngga cekak, sudah pasti entah sebulan sekali saya makan di Mbok Sabar, ayam gorengnya beda dengan yang lain, empuk bacem tapi tak manis, mak nyoos gitu. Mumpung sekarang ada di Yogya, tak mungkin saya menyia-nyiakan untuk tidak melahap ayam goreng yang sangat khas ini.

Malam hari, sengaja saya tidak memburu kuliner yang sudah biasa saya rasakan pada saat saya masih ngangsu kaweruh di bumi Kasultanan Ngayogyokarto Hadingrat ini. Saya menyusuri Jalan KH.Dahlan dari depan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah kearah Ngabean, siapa tahu menemukan kuliner yang belum pernah saya makan.

 

--untuk selanjutnya, besok saya tambahin ceritanya, tapi jangan lupa di buka lagi ya lapaknya.-- Nguantuk ngga tahan bro.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline