Jalan Malioboro Yogyakarta merupakan destinasi wisata bagi pelancong dari manapun datangnya. Di sepanjang jalan ini, berderet pusat perbelanjaan, sementara didepannya di penuhi pedagang kaki lima yang berjualan cendramata has Jogja, utamanya batik. Paling Ujung dari Malioboro terdapat Pasar yang sudah kesohor yakni Pasar Beringharjo. Malam hari Malioboro berubah suasana, pinggiran Malioboro digunakan untuk para pedagang kuliner has jogja yang buka hingga menjelang pagi.
Malioboro bukan hanya pusat perputaran ekonomi Jogja, tapi sebagai pusat kebudayaan juga, sebab di sepanjang jalan ini biasa digunakan para seniman untuk mengekspresikan kreativitasnya melalui event event tertentu.
Sebulan lalu, saya mengunjungi tempat ini. Suasana hari ini ada yang beda, saat saya melintas di jalan ini, tidak tampak hiruk pikuk tukang parkir yang mengatur sepeda motor di sepanjang jalan Malioboro. Tak ada satupun sepeda motor parkir di Malioboro. Ternyata, terhitung 4 April lalu, dalam rangka penataan Kota dan Malioboro yang baik dan nyaman, Pemerintah Kota Yogya, telah menerapkan aturan melarang kendaraan roda dua parkir di sepanjang jalan Malioboro.
Kini sepeda motor diharuskan parkir ditempat yang disediakan yakni di jalan Abu Bakar Ali, letaknya di ujung sebelah utara Malioboro, samping Hotel Inna Garuda. Cukup jauh memang jika pengguna sepeda motor itu tujuannya ingin ke Pasar Bringharjo atau tempat yang terletak diujung selatan Malioboro.
Inilah kelebihan Jogja, membuat kebijakan diiringi kebijakan lain. Bagi pengendara sepeda motor yang ingin ke Malioboro dari tempat parkir Abu Bakar Ali, Pemerintah Kota Jogya menyediakan Angkutan Shatle Bus ‘’gratis’’. Pun demikian tidak semuanya memanfaatkan layanan gratis ini, karena harus menunggu dan antri. Sebagian kemudian menggunakan jasa ‘’tukang’’ beca.
Kebjakan ini patut di acungi jempol, sebab Pemerintah Kota Yogya telah mengambil pilihan meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan ini pasti akan menimbulkan apa yang disebut disungsional sekaligus juga punya implikasi fungsional.
Larangan parkir sepeda motor di Maliobro, bagi tukang parkir dianggap disfungsional, sebab telah menghilangkan mata pencaharian sehari hari dari memarkir motor. Tetapi, sangat fungsional manakala di kaitkan dengan kemanfaatan kebijakan itu, betul disfungsional bagi tukang parkir, tapi fungsional bagi tukang beca dan para pelancong. Tukang beca tertolong dengan banyaknya pengunjung yang menggunakan jasanya, Para Pelancong merasa nyaman berkunjung ke Malioboro karena tidak terhalang semrawutnya motor yang keluar masuk parkir.
Monggo silahkan bekunjung ke Malioboro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H