‘’Saya Sekarang Pejabat, Bukan Lagi Kompasianer!’’, begitulah celoteh Pebrianov . Kaget bukan kepalang saya melihat judul tulisan itu, tapi dalam hati, saya senang, karena dengan membaca tulisan itu, telah mengingatkan saya untuk bisa menulis sebagai mantan pejabat.
Oleh karenanya, tulisan saya ini adalah kebalikan dari Pebrianov, sebab ‘’Saya Sekarang Kompasianer, Bukan Lagi Pejabat’’. Pebrianov percaya atau tidak, terserah saja.
Ya dulu saya ini pejabat, dipilih rakyat, setelah terpilih, saya di paksa untuk pakai Jas Putih, Celana Putih, Sepatu Putih, Singlet Putih, hanya CD saja yang dirahasiakan, Pakai Topi Hitam berlambangkan Burung Garuda. OH, iya, di kantong kanan, ada pentolan jengkolnya juga, sama dengan Ahok saat di lantik sebagai Gubernur DKI.
Bukan main senang dan girangnya saat di lantik, terus di sumpah, diatas kepala ada Kitab Suci Alqur’an yang di pegangi oleh petugas yang ditugasi untuk itu. Ketika saya di minta untuk mengucapkan kalimat ‘’Demi Allah, saya bersumpah …..’’, Saya juga mengikuti dengan hidmat, artinya mengikuti kalimat itu, bukan dipelesetkan ‘’Bumi Allah, saya bersumpah…’’ sebagaimana sumpah yang diucapkan pejabat bejat.
Bedanya dengan Pebrianov adalah, Pebrianov ketika masuk lingkungan barunya, sudah tersedia Fasilitas, ada mobil dinas, ruangan super lux, pergi kemana mana ada ajudan, intinya semua yang dilakukan terkait dengan kedinasan sudah ada yang bayar yaitu ‘’negara’’.
Lha kalau saya, ketika masuk kantor setelah dilantik, petama yang dilihat hanya ruangan kosong tanpa isi, hanya beberapa dokumen saja yang ada. Kursi Tamu ngga ada, Meja dan Kursi Kantor, baik yang untuk ruangan saya sebagai pejabat baru, maupun ruangan lainnya, ngga ada. Kemana…. Dibawa pejabat lama yang sudah tidak lagi jadi ‘’Pejabat’’.
Bahkan bukan itu saja, saya sebagai pejabat, harus jungkir balik ‘’mencari’’ sesuatu untuk menghidupi kantor, bayar listrik, bayar talipon, menggaji staf, intinya betul betul mandiri agar pelayanan berjalan dengan baik.
Jabatan saya ini, boleh dibilang menjadi tumpuan masyakarat. Ada yang sakit, datang ke saya minta uang untuk berobat anak, ada yang ketabrak mobil, sayalah yang paling sibuk mengurus kesana sini, bahkan ada malingpun saya dibuat sibuk oleh keluarga maling agar bagaimana caranya si maling tidak di jebloskan ke Penjara.
Orang bilang, saya ini adalah pejabat yang menjadi ‘’Ujung Tombak sekaligus Ujung Tombok’’, Saya ini pejabat yang mengurus ‘’Sajadah hingga yang haram Jadah’’, pejabat yang ngurus ''Tetek Bengek''. Ya begitulah pejabat kampung, kadang ada ngga enaknya juga, giliran ngurus ''tetek bengek'', kebagiannya cuma ''bengeknya'' saja, sementara giliran ''teteknya'', jatuh ke sebelah sana.
Mungkin Pebrianov tidak akan pernah menemukan hal hal yang terkait dengan hal diatas, kalau saya sangat sangat sering.
Pernah suatu ketika, rumah saya kedatangan seorang ibu dan anaknya dari kampung. Tak ada hal lain yang dibicarakan, selain minta tolong, anaknya tidak boleh masuk sekolah karena tidak punya sepatu. Singkatnya si Ibu minta uang untuk beli sepatu anaknya yang besok akan masuk sekolah di SMP.