"Asian Games bukan hanya terbatas pertandingan olahraga, tetapi juga mengusung harga diri bangsa. Even olahraga dapat digunakan medium membentuk karakter bangsa"
- Bung Karno
LIMA ribu ekor burung merpati, seribu seratus penari pendet yang khusus didatangkan dari Bali menjadi saksi kemeriahan pembukaan hajatan olahraga ter-akbar di Benua Asia, menasbihkan wajah Indonesia sebagai sebuah negara yang 'pemberani' walau saat itu umurnya masih 17 tahun.
Sebuah tekad yang menggemparkan dunia karena bangsa ini saat itu belum lama merdeka, sebuah gagasan membangun stadion termegah di Asia di akhir 50-an adalah gagasan 'pemberani', sebuah mandat dari terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games keempat pada tahun 1962. Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jembatan Semanggi, Hotel Indonesia serta patung-patung artistik dibangun tertata indah di sepanjang mata memandang Jakarta, berdiri gagah memperlihatkan Indonesia dengan segala kehebatannya.
Tak hanya cukup dalam berhasil membangun infrastruktur yang ciamik dan mumpuni, putra-putri terbaik bangsa berhasil menempatkan Indonesia di posisi kedua dengan total 77 medali di bawah Jepang yang hingga kini prestasi tersebut belum pernah terulang kembali.
Puncaknya Asian Games pertama yang diadakan di negeri pertiwi pun ditutup oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sekaligus membuktikan Indonesia sebagai negara tuan rumah yang berhasil. Asian Games 1962 sukses mengenalkan sekaligus menjadikan bangsa ini sebagai bintang pedoman bagi bangsa-bangsa di Asia.
Mewariskan Sebuah Energi Kepada Asian Games 2018
Namun satu hal yang tak bisa lepas dari kenangan Asian Games 1962 yang sempat diistilahkan sebagai tahun-tahun kemenangan saat itu adalah gotong-royong rakyat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan keikhlasan warga kampung senayan dan kampung lainnya yang rela memberikan tanahnya untuk pembangunan infrastruktur, seluruh rakyat Indonesia saat itu rela memeras keringat demi suksesnya perhelatan akbar tersebut.