Beberapa tahun terakhir, petani Indonesia dihadapkan oleh permasalahan terkait kenaikan harga pupuk yang menjulang tinggi. Hal ini membuat para petani merasa susah bahkan menangis karena biaya produksi pertanian semakin tinggi padahal pupuk merupakan salah satu bahan pertanian terpenting yang digunakan untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan yang tepat.
Berdasarkan aspek legal, ada dua ketentuan yang bisa digunakan sebagai rujukan, yaitu Permentan No. 49/2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Selanjutnya, Surat Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia (Persero) No. 0001/A/PJ/C31/ET/2021 tanggal 1 Januari 2021 menjelaskan secara lebih detail peraturan tersebut.
Merujuk Permentan tersebut berbagai jenis pupuk yang selama ini mendapat subsidi dari pemerintah, akan mengalami kenaikan harga. Sebagai contoh, pupuk jenis urea atau nitrogen mengalami kenaikan tertinggi mencapai Rp 450 per kg. Dari HET awal Rp 1.800 per kg menjadi Rp 2.250 per kg di HET baru atau sebelumnya per karung isi 50 kg dibandrol dengan harga Rp 90.000 menjadi Rp 112.500. Sehingga petani harus menanggung beban yang lebih tinggi sebesar Rp 22.500 per karung. Sedangkan pupuk ZA, terjadi kenaikan harga sebesar Rp 300 per kg. Sebelumnya, harga pupuk ZA adalah Rp 1.400 per kg, naik menjadi Rp 1.700 per kg atau sebelumnya per karung isi 50 kg dibandrol dengan harga Rp 70.000 menjadi Rp 85.000. Lebih mahal Rp 15.000 per karung dari harga HET lama.
Selain itu, untuk Pupuk SP-36, atau yang lebih dikenal dengan pupuk TS oleh petani, naik sebesar Rp 400 per kg. Kenaikan tersebut dari Rp 2.000 menjadi 2.400 per kg atau sebelumnya per karung isi 50 kg dibandrol dengan harga Rp 100.000 menjadi Rp 120.000. Lebih mahal Rp 20.000 per karung dari harga HET lama.
Akan tetapi, untuk pupuk NPK tidak mengalami kenaikan harga tetap berada Rp 2.300 per kg atau Rp 115.000 per karung isi 50 kg. Demikian juga pupuk organik jenis petroganik, tetap Rp 800 per kg atau Rp 32.000 per karung isi 40kg. Harga HET tersebut, digunakan untuk pembelian petani di tingkat pengecer resmi.
Singkatnya, untuk pemenuhan kebutuhan tiga jenis pupuk yaitu: Urea, ZA, dan SP-36, petani harus menanggung kenaikan biaya sebesar Rp 22.500, Rp 15.000, dan Rp 20.000. Tentunya, kenaikan harga pupuk ini memiliki beberapa dampak bagi para petani, terutama pada petani kecil. Beberapa dampak tersebut diantaranya yaitu kesulitan yang dialami petani dalam membeli pupuk dikarenakan mereka tidak memiliki cukup modal untuk membeli pupuk yang harganya mahal sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di lahan pertanian mereka serta dapat menyebabkan pula penurunan lahan pertanian, karena petani mungkin tidak mampu membayar sewa lahan yang lebih tinggi. Situasi ini juga membuat petani kecil terjebak dalam siklus kemiskinan yang dikarenakan penghasilan mereka tidak cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup.
Selain itu, fenomena kenaikan harga pupuk ini juga dapat mempengaruhi ketersediaan pangan di Indonesia yang disebabkan oleh turunnya produksi pertanian karena biaya produksi yang lebih tinggi sehingga membuat pasokan makanan di pasar berkurang serta harga makanan di pasar pun ikut meningkat.
Adapun kenaikan harga pupuk ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan harga bahan baku, kenaikan biaya energi dan fluktuasi nilai tukar. Selain itu, permintaan pasar yang tinggi atau ketergantungan pupuk impor juga dapat mempengaruhi kenaikan harga pupuk. Namun demikian, kenaikan harga pupuk tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan pupuk dari pemerintah yang mana pada beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsidi pupuk.Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam kurun waktu 2 tahun terakhir subsidi pupuk tercatat mengalami penurunan. Mulai dari Tahun 2020 subsidi pupuk mengalami penurunan dimana anggran subsidi pada tahun sebelumnya sebesar 34.3 turun menjadi 34.2 atau turun sebesar 0,2%. Pada tahun 2021 anggaran subsidi pupuk mengalami penurunan sangat drastis, yaitu dari 34.2 T menjadi 25.3 T atau turun sekitar 26,02%. Tahun 2022 angaran subsidi pupuk mengalami penurunan kembali menjadi Rp 23,5 T atau 7,11% dari tahun sebelumnya. Rencana penurunan tersebut terus berlanjut sampai tahun 2024.
Sebagai catatan, terkait sumber data memiliki berbagai variasi sebagai contoh CNBC merilis Tahun 2019 Rp 34.3 triliun, Tahun 2020 Rp 34.2 Triliun, Tahun 2021 Rp 25.3 Triliun dan Tahun 2022 Rp 23.5 Triliun.