PERSPEKTIF RIBA DALAM ISLAM DAN KRISTEN
Pengertian Riba
Kata riba berasal dari bahasa arab, secara etimologis berarti tambahan, berkembang, membesar dan meningkat. Menurut terminologi ilmu fiqih, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yag terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram. Perbedaan Rente dan riba merupakan teknik atau cara usaha yang memang pada dasarnya dilarang dalam ajaran islam, walaupun kalau di telaah lebih dalam keduanya memang mempunyai sistem yang berbeda akan tetapi prinsip dasarnya sama sih kedua-duanya berbasis bunga yang dipinjamkan kepada pihak si peminjam uang,
Sejarah pelarangan Riba sebelum islam
Istilah riba telah dikenal dan digunakan dalam transaksi-transaksi
perekonomian oleh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Akan tetapi pada
zaman itu riba yang berlaku adalah merupakan tambahan dalam bentuk uang
akibat penundaan pelunasan hutang. Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli maupun hutang piutang secara batil atau bertentangan dengan kaidah syariat islam. Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain (non-Islam) riba telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil riba, bahkan pelarangan riba telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama.
Pandangan riba menurut agama kristen
Umat Kristen memandang Riba haram dilakukan bagi semua orang tidak terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama apapun, baik dari kalangan Kristen sendiri ataupun non kristen, menurut mereka (tokoh-tokoh) dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23 pasal 19 disebutkan "janganlah engkau membungangkan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan atau apapunyang dapat di bungakan, kemudian dalam perjanjian baru di dalam injil lukas ayat 34 di sebutkan "jika menghutangi kepada orang yang engkau harapkan imbalanya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah ppinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu sangat banyak.
Larangan praktek bunga juga di keluarkan oleh gereja dalam bentuk undang undang
-council of elvira (spanyol tahun 306) canon 20 yang melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga. Barang siapa yang melanggar maka pangkatnya akan diturunkan
-council of arles (tahun 314) mengeluarkan canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga
akhir abad ke-13 timbul beberapa faktor yang menghancurkan pengaruh gereja
yang dianggap masih sangat konservatif dan bertambah meluasnya pengaruh
mazhab baru, maka piminjaman dengan dipungut bunga mulai diterima
msyarakat. Para pedagang berusaha menghilangkan pengaruh gereja untuk
menjastifikasi beberapa keuntungan yang dilarang oleh gereja. Ada beberapa
tokoh gereja yang beranggapan bahwa keuntungan yang diberikan sebagai
imbalan administrasi dan kelangsungan organisasi dibenarkan karena bukan
keuntungan dari hutang. Tetapi sikap pengharaman riba secara mutlak dalam
agama Nasrani dengan gigih ditegaskan oleh Martin Luther, tokoh gerakan
Protestan. Ia mengatakan keuntungan semacam itu baik sedikit atau banyak, jika
harganya lebih mahal dari harga tunai tetap riba.