Orang belajar sejarah itu memang mempelajari masa lampau. Namun, justru belajar dari masa lampau kita bisa mempelajari masa kini. Apa yang terjadi pada masa kini merupakan kesinambungan dari apa yang dilakukan oleh manusia pada masa lampau.
Anda menjadi seorang siswa yang menikmati bangku sekolah dengan tenang, karena perjuangan dari pahlawan yang memerdekakan. Coba andaikata tidak ada para pahlawan, mungkinkah anda menikmati apa yang anda rasakan pada saat ini.
Berbicara tentang hari pahlawan pada hakikatnya adalah apa yang kita rasakan, kita tidak ada seperti sekarang, kalau tidak ada orang yang tampil menjadi pahlawan. Jadi yang membuat kita menjadi ada seperti sekarang, dan menjadi manusia merdeka dalam sebuah negara adalah perjuangan para pahlawan. Pahlawan bersedia mati untuk masa depan generasi yang akan datang.
Ketika kita belajar sejarah, manusia merupakan salah satu unsur yang menggerakkan peristiwa. Seorang sejarawan Yunani, yaitu Thucydides (460 -- 395 SM) dalam karyanya History of the People Peloponnesian War, menyatakan bahwa "manusia lah yang membuat perubahan, bukan dewa".
Bahkan sejarawan Islam bernama Ibnu Khaldun (1332-1406 M) yang terkenal dengan kitab Muqadimmah-nya mengatakan bahwa "sejarah merupakan catatan tentang masyarakat, umat manusia, atau peradaban dunia, dan tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat". Individu dari masyarakat adalah manusia. Dengan masa lalu kita mengetahui tentang kemanusiaan. Pahlawan juga berarti manusia. Jadi belajar sejarah para pahlawan berarti belajar memahami kemanusiaan.
Pahlawan bukan hanya orang yang bertarung dengan berkelahi mengangkat senjata. Orang yang bekerja dengan tulus dan mengabdikan kepada bangsa itu dapat kita katakan sebagai pahlawan. Contoh saja pada masa pandemi Covid-19 kemarin misalnya tenaga kesehatan yang tulus menangani pasien dan rela berkorban demi kesehatan untuk semua umat.
Kita tidak tahu mereka punya penyakit parah, tetapi mereka rela mengabdikan demi nusa dan bangsa hingga sampai ajal menjemputnya. Dengan demikian mereka dapat kita katakan sebagai pahlawan. Bukan orang-orang yang menggunakan kepandaiannya setelah menempuh pendidikan untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebut saja orang-orang yang telah menempuh pendidikan tinggi, tetapi justru menjadi koruptor/garong bangsa.
Perjuangan untuk meraih kemerdekaan memang tidak akan mungkin berubah tanpa adanya pendidikan. Orang yang terdidik belum tentu mewujudkan kemerdekaan, malahan mereka menjadi kacung para Penjajah untuk kepentingan pribadinya. Jadi meminjam istilah dari Prof. Anhar Gonggong bahwa yang memerdekakan kita adalah orang yang terdidik dan tercerahkan.
Seperti contoh anak-anak muda STOVIA yang mendirikan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang usianya kurang lebih 18 tahun. Begitu juga Soekarno dan Hatta juga berasal dari pendidikan untuk memperjuangkan bangsanya. Orang terdidik belum tentu tercerahkan, contoh saja saat ini ada Rektor bergelar Profesor justru menjadi koruptor.
Soekarno dan Hatta itu anak-anak orang kalangan atas. Soekarno masih keturunan bangsawan Jawa dan Bali. Kemudian Hatta adalah anak dari orang kaya yang sejak kecil bersekolah diantar oleh bendi. Namun justru mereka malah berjuang keluar masuk penjara untuk memperjuangkan nasib bangsanya.