Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

Bunga Matahari di Tepi Cacaban

Diperbarui: 18 Agustus 2024   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Nina berjalan di antara semak yang mulai mengering karena kemarau masih belum mau beranjak pergi. Kakinya kadang terasa perih karena terkena perdu yang mulai kuning. 

Air mata Nina belum juga reda.  Hatinya masih terasa perih mengingat peristiwa tadi pagi. Di rumah sendiri. Di kamar yang selama ini ia kagumi. 

Rumah Nina tidak jauh dari danau Cacaban.  Tapi tak bisa juga dibilang dekat. Kalau naik motor paling 5 menit. Namun, jika harus berjalan kaki, bisa sampai satu jam.

"Biarkan saja," kata Maria. 

Mendengar saran Maria, Nina semakin jengkel.  Pengen banget Nina menampar mulut Maria yang menganggap peristiwa itu cuma peristiwa biasa. 

Nina melihat bunga matahari itu bermekaran.  Ada 9 pohon bunga matahari yang berjajar rapi.  Nina mencoba  memegang salah satu kelopak bunga matahari itu. 

"Kamu bisa datang ke sini, Nina," kata kelopak bunga matahari yang nyaris dipegang nya itu.

Nina spontan menarik tangannya.  Bunga matahari itu bisa bicara.  Tapi, masa iya?

Nina mencoba mengulurkan tangannya lagi ke arah kelopak bunga matahari itu.

"Aku menunggumu sejak lama," kembali suara bunga matahari itu terdengar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline