Darso wajahnya sumringah. Dia jelas merasa sangat puas dengan apa yang sudah dikerjakan nya. Belum ada yang berhasil, kecuali dirinya.
Nanti siang akan Darso bawa ke Mbah Wardi. Mbah Wardi mau membayar berapa pun yang Darso minta. Dalam otak Darso sudah muncul angka angka.
"Tapi harus yang mati di hari Selasa Kliwon, " kata Mbah Wardi menegaskan.
Mbah Wardi memang kagum dengan keberanian Darso. Tapi sering dibikin kesel karena teledoran orang yang sama.
"Siap, Mbah. Terserah saya kan mau nyebut berapa? "
Dan Darso tahu. Ada yang mati minggu lalu dan tepat Selasa Kliwon.
Malamnya Darso berangkat sendiri. Malam yang habis terkena hujan terasa begitu dingin. Tapi tidak terasa dingin bagi Darso. Mimpi indahnya tentu lebih menggairahkan dan mampu menyingkirkan dingin malam sehabis hujan.
Hujan sore tadi memang berkah bagi Darso. Tanah kuburan menjadi lembek. Mudah digali. Darso sudah menyiapkan segalanya.
"So....!" Sebuah suara datang dari gelap malam.
Darso langsung tiarap. Tidak disangkanya ada setan yang sudah kenal namanya. Walaupun preman, tetap saja Darso takut setan. Apalagi setannya memanggil namanya.