Ada kejadian lucu yang terjadi sebelum Erick Thohir mengembalikan formulir pendaftaran calon ketua umum PSSI. Tak ada yang tahu, kecuali saya. Kenapa?
Pada awalnya, saya pengen ikut berebut kursi yang akan ditinggalkan oleh Pak Iwan Bule. Jangan tanya kenapa ada kata bule di situ ya. Saya gak tahu sejarahnya samsek.
Ceritanya semua persyaratan sudah mulai dicicil. Namanya juga mau daftar pejabat. Iya, gak?
Yang kepikir dalam pikiran tentu bukan pekerjaan yang super njlimet jika ternyata kepilih jadi ketua umum PSSI. Juga bukan program peningkatan dunia persebakbolaan tanah air.
Seperti hanya orang miskin yang lain, motivasi saya hendak melamar sebagai ketua umum PSSI adalah karena berharap gaji gede. Bosen jadi pegawai negeri dengan gaji yang sudah beberapa tahun gak dinaik naikin sama Jeng Sri.
Dumadakan baca Kompas.id juga. Ada penjelasan bahwa ketua umum PSSI tidak digaji. Bener, tidak digaji. Saya baca sampai sepuluh kali, takutnya saya salah baca. Tapi tetap saja bunyinya begitu, "Ketum PSSI tidak digaji".
Jangan jangan karena tidak digaji sehingga semua ketua umum PSSI kerja asal asalan?
Akhirnya, semua persyaratan yang udah saya kumpulkan, dibuang semua. "Biar buat Erick Thohir saja yang duitnya sudah banyak. Tidak digaji juga tak masalah. Kalau saya ketua umum, terus tak digaji, terus mau dikasih makan apa anak bini? "
Pantesan.