Namanya Mbah Kamdi. Entah nama panjangnya. Apalagi nama jelasnya. Orang dia idup gak pernah bikin KTP sepisan pun.
Waktu aku kecil dia udah tua. Makanya aku dan kawan-kawan memanggilnya mbah. Dan memang hampir semua orang yang kenal dia akan memanggilnya mbah. Bukan mba.
Sekarang juga sudah tua. Tapi tak terlihat penambahtuaannya. Dari saya kecil seperti itu. Hingga sekarang.
Peci hitam selalu ada di kepalanya ke mana pun dia pergi. Ke sawah, ke kondangan, bahkan ke tempat eek juga tetap dipakainya. Selalu terlihat pakai kain sarung. Kalau keluar kampung saja dia memakai celana.
Bajunya juga mungkin dua atau tiga lembar saja. Karena semua bajunya sama. Berwarna hitam. Jadi, kalau dia pakai tuh baju selama tujuh hari tujuh malam gak ganti juga tidak ada yang tahu. Demikian juga kalau setiap jam ganti baju.
Waktu kecil sering aku dan kawan-kawan main ke rumahnya. Apa saja yang ada di rumahnya selalu diberikan kepada kami. Kadang ubi rebus, singkong rebus, jagung rebus. Selalu direbus karena dia tak pernah beli minyak goreng. Sampai sekarang juga masih pakai kayu bakar.
Temanku bilang kalau mbah Kamdi itu sakti. Bisa weruh sebelum winarah atau bisa melihat masa depan. Temanku pernah nanya siapa jodohnya. Dan jawaban mbah Kamdi itu nama cewek yang sekarang jadi istri temanku itu. Padahal, awalnya cewek itu ogah ogahan untuk ketemu sekali pun.
"Ke rumah Mbah Kamdi yuk! " ajak temanku yang pernah diramal mbah.
"Ngapain? "
"Tanya finalis Piala Dunia. "