Sore masih tampak menggantung. Seperti gadis perawan yang malu-malu memasuki kamar pengantin. Ada beberapa burung yang masih enggan pulang. Ada juga kelepak kampret yang terlalu cepat bangun.
Di taman itu berdiri seorang anak remaja. Berpakaian ala kadarnya. Kaosnya sudah kehilangan warna aslinya. Celananya juga tampak seperti tikus got. Antara kumuh dan percaya diri yang kumuh.
Di hadapan anak laki-laki remaj itu duduk seorang kakek. Karena dia seorang kakek maka sudah pasti kepalanya dipenuhi uban. Sebagai penanda sah kakek-kakek. Dia tangannya tampak terjepit rokok yang tinggal sepertiga. Beberapa kali diliriknya rokok itu dan dicoba untuk dihisapnya pelan-pelan. Seperti enggan melakukan acara perpisahan.
"Sebentar lagi pasti datang," kata kakek itu sambil mencoba menyimpan rasa cemasnya yang semakin membesar.
Anak laki-laki remaja itu tampak pasrah. Karena tak mungkin lagi bertingkah. Segalanya sudah punah.
Dan tak begitu lama, memang ada beberapa mobil yang menuju ke arah taman itu. Kemudian seorang laki-laki dengan pakaian rapi dan kacama hitam turun menghampiri mereka berdua.
"Pagi, Yah," kata laki-laki itu kepada kakek-kakek.
Kakek hanya tersenyum.
Laki-laki berpakaian rapi dan berkacamata hitam itu pun kemudian memberikan bungkusan kepada kakek. Dan kakek tak mau menerimanya sambil menunjuk kepada anak laki-laki remaja saja bungkusan itu haruis diberikan.
Taman itu berada dekat sebuah lapangan. Entah siapa yang sedang melakukan upacara di lapangan tersebut. Mereka tampak memakai seragam rapi. Dari pengeras suara terdengar nyaring suara pimpinan upacara.