Orang-orang Papua saudara kita juga. Sehingga, kepedihan yang dialami oleh Papua, dialami oleh kita juga. Kebahagiaan Papua kebahagiaan kita juga.
Akhir akhir ini sering terdengar berita menggiriskan dari Papua. Dan terakhir, terdengar berita pembakaran puskesmas dan pembunuhan terhadap nakes.
Waktu zaman Orde Baru, represi di Papua memang terjadi. Tentara menjadi garda depan dalam memelihara keamanan di Papua. Sehingga ruang dialog tidak terjadi.
Ketika zaman Presiden Gus Dur, upaya upaya dialog lebih dikedepankan. Presiden sipil yang humanis ini lebih mengedepankan kemanusiaan di atas segalanya. Nama Irian Jaya pun dikembalikan menjadi Papua.
Bahkan pengibaran bendera bintang kejora tidak dipedulikan jika tidak lebih tinggi dari Merah Putih. "Wong sepak bola saja punya bendera masing-masing, " jawab Gus Dur enteng saat ditanya tentang bintang kejora. Gus Dur menganggap bintang kejora hanya sebagai ekspresi orang Papua belaka.
Papua juga sudah diberi otonomi khusus. Di belakang otonomi khusus tentu ada dana yang begitu banyak digelontorkan. Bahkan di era Jokowi, pembangunan di Papua juga lebih diintensifkan.
Tapi, dana otsus pun sering tak bisa dirasakan oleh orang Papua kecuali para pemimpin saja. Korupsi otsus sudah menjadi rahasia umum.
Kenapa Papua masih bergolak?
Mungkin jalan Gus Dur yang perlu lebih dikembangkan. Dialog bukan hanya sebuah pertemuan untuk saling teriak kemauan masing-masing. Dialog lebih pada kemauan untuk mendengarkan.