Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

Kemarau, Cengkeh, dan Tomy Soeharto

Diperbarui: 2 September 2021   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cengkih (Kompascom)

Kejadian ini jelas udah lama banget. Tapi terus terang saja masih tersimpan rapi di dalam memori. Entah sampai kapan akan terus terkenang. Mungkin sepanjang hidupku. 

Kemarau panjang. Aku masih SD. Di kampung yang cuma mengandalkan air yang jatuh dari langit. Kering kerontang di mana-mana. 

Di kali desa sendiri cuma cukup untuk minum warga. Jadi, tahu sendiri lah, bagaimana berangkat ke sekolah setiap paginya. Kebutuhan untuk minum jelas mengalahkan segala nya. 

Tapi, bagi bapak dan orang-orang di kampung ku, ada tanaman yang lebih dari segalanya. Tanaman itu adalah cengkeh. Hampir semua orang kampungku memiliki pohon cengkeh. 

Rata-rata pohon cengkeh baru ditanam. Membutuhkan air untuk bisa hidup. Pohon cengkeh ini agak manja. Sehari saja tidak disiram pasti akan terlihat mulai layu. 

Cengkeh adalah primadona. Harganya tak ada bandingnya. Hanya saja, bapakku terlambat nanem. Ketika orang orang sudah mulai panen, bapakku masih harus berjuang memelihara pohon kecil. 

Aku pun ikut dikerahkan. Sendiri tak mandi tapi mencari air untuk cengkeh. Tidak dekat. Mencari ke kali yang lebih jauh. Dan airnya juga air butek. Yang penting bisa untuk siram dan bikin seger cengkeh. 

Banyak pohon mati atau sekadar meranggas kecuali cengkeh. Pohon pohon cengkeh di kampungku tidak terkena kemarau sama sekali. Ketika hujan datang, pohon cengkeh itu semakin terlihat segar. 

Bersama datangnya hujan, senyum penduduk di kampung ku juga merekah. Cengkeh yang harganya selangit bisa diselamatkan dengan berbagai cara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline