Puluhan tahun otak Taliban dipenuhi dengan semangat perang. Menggempur atau hancur. Menyerang atau menyerah.
Setiap hari menenteng senapan. Tidur pun mungkin memeluk benda keramat di tengah kecamuk perang.
Kini mereka sudah menang.
Terus, pertanyaannya, apakah mereka akan terlihat di ujung jalan, di tengah kota, di perbatasan, bahkan di gedung gedung pemerintahan dengan tetap menenteng senjata?
Jika jawabannya, iya, maka rakyat Afganistan masih akan terus didera derita. Anak-anak akan tetap buta aksara. Orang-orang tua akan bingung mau apa.
Afganistan akan terus dekat dengan kemiskinan. Afganistan akan tetap diintai kelaparan. Afganistan akan mendekam dalam kebodohan.
Alangkah indahnya jika Taliban taruh tuh senapan. Ganti menenteng cangkul untuk masa depan yang sejahtera. Ganti menenteng laptop untuk sebuah perencanaan masa depan yang semakin rumit.
Kesalahan para komandan perang adalah ketika mereka sudah menang tapi masih terus mempertahankan hari harinya di pucuk senapan. Kecurigaan akan muncul walaupun hanya sebuah bayangan.
Mereka lupa bahwa setelah menang, tentunya ada tahapan lanjutan. Setelah perang usai tentu dilanjutkan dengan pembangunan. Tanpa pembangunan apa arti menang perang?