Setiap sore aku lihat dia berjalan sendiri menuju kafe di dekat pertigaan itu. Karena akhir akhir ini sering hujan, dia selalu membawa payung. Mungkin dulu dia penggemar pelajaran bahasa Indonesia waktu sekolah nya sehingga dia ingat pepatah "Sedia payung sebelum hujan".
Iseng kadang aku juga ke kafe di beberapa sore. Cuma pengen lihat apa yang dilakukan perempuan itu di kafe.
Pertama aku memperhatikan perempuan itu di kafe, aku cuma melihat dia duduk biasa. Kemudian dia memandang ke arah kejauhan. Oh, iya, dia selalu memilih kursi di lantai dua dan yang dekat jendela. Sehingga pandangannya bisa jauh menyusuri jalanan kota. Jalanan yang setiap sore selalu macet itu.
Pernah aku lihat dia duduk di lantai satu. Pertama lihat, aku bingung juga. Tumben dia pindah tempat? Ternyata di bangku yang biasa dia duduk sudah diduduki oleh dua remaja. Mungkin mereka tidak tahu kalau bangku itu sudah memiliki pelanggan tetap.
Cukup lama dia berada di lantai satu. Tak memesan apa apa kecuali duduk tanpa ekspresi. Ketika terlihat dua remaja itu pulang, perempuan itu baru beranjak ke lantai dua dan menguasai wilayah kekuasaan yang selama ini terjadi.
Pernah perempuan itu membawa buku. Mungkin bermaksud untuk membacanya di kafe. Tapi aku lihat dia tak pernah membuka buku itu. Perempuan itu hanya memegangi buku yang dibawanya tanpa mencoba untuk membacanya.
Rata-rata cuma satu jam perempuan itu duduk di kafe. Kadang lebih, sedikit. Kadang kurang, sedikit. Tapi dihitung rata rata satu jam.
Sore ini hujan lumayan besar. Aku sengaja duduk di teras depan rumah. Kalau perempuan itu hendak ke kafe, pasti akan terlihat dari tempat dudukku.
Tapi hingga sore bergegas pergi, perempuan itu belum juga lewat menuju kafe. Entah kenapa. Pengen juga akj datang ke rumah nya. Siapa tahu sore ini dia sakit. Sayang, aku tak tahu di mana perempuan itu tinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H