Tak mungkin ada kedamaian di sana, kecuali kiamat datang. Pendapat seperti ini sepertinya sudah tertanam begitu dalam di hampir setiap kepala manusia di dunia ini.
Dan memang sampai saat ini belum ada kedamaian di sana. Jangan kan kedamaian, perdamaian pun masih sebuah mimpi.
Penderitaan orang Palestina yang selalu tersaji di depan mata kita. Terutama ketika Israel membombardir wilayah Palestina dengan membabi buta. Bahkan anak anak harus menjadi korban kebiadaban Israel.
Tapi, Israel sendiri tak akan pernah merasa damai. Hidup mereka akan selalu merasa terancam dari detik ke detik berikutnya.
Akhirnya, keduanya merasakan hidup tanpa kedamaian. Bagaimana bisa menikmati hidup dengan kondisi seperti itu?
Saling merasa terancam memunculkan prilaku agresif yang tak berdasar. Ketakutan akan adanya ancaman memunculkan prilaku berlebihan.
Dan ketika ketakutan begitu besar, maka petualang petualang politik di kedua pihak akhirnya menguasai mereka. Sekarang ini, yang muncul ke permukaan adalah mereka yang hobi perang. Baik di pihak Palestina maupun pihak Israel. Mereka diuntungkan oleh perasaan saling terancam dan ketakutan tersebut.
Para pemimpin mereka yang mencintai perdamaian tersingkir. Karena mereka yang mencintai kedamaian tak bisa dengan cepat memberikan kedamaian. Ketakutan dan keterancaman mereka sudah terlalu akut.
Mungkin kah diubah ke arah yang lebih positif?
Tak ada yang tak bisa berubah jika ada kemauan ke arah itu. Bukan mustahil akan terjadi perdamaian di tanah para nabi itu sebelum kiamat hadir.
Akan tetapi, kerja ke arah itu harus lebih keras. Kesadaran kedua pihak bahwa kondisi saat ini tidak pernah menguntungkan siapa pun harus ada. Walaupun Israel unggul dalam persenjataan, bahkan mampu menggulung persenjataan koalisi Arab apalagi cuma Hamas, akan tetapi tetap tak akan pernah hudup dalam kedamaian jika prilaku mereka terhadap Palestina terus semau sendiri.