Pertempuran tak mungkin dihindari lagi. Dan panglima yang sedang diuji masa depan nya adalah AHY. Apakah layak AHY menjadi pemimpin masa depan negeri ini, atau cuma cukup sekian dan terimakasih?
Politik bukan persoalan biasa. Intrik dalam politik terlalu kejam bagi orang-orang polos dan biasa. Politik adalah ilmu dan seni yang paling sulit jika tidak pernah turun langsung.
Kita bisa melihat dan membaca sejarah dunia dan sejarah Indonesia. Bagaimana para politikus harus rela dipenjara bahkan meneteskan darah terakhir demi perjuangan politik mereka.
Soekarno tersingkir karena politik. Soeharto tersingkir secara politik. Habibie, Gus Dur, bdan masih berderet nama lainnya.
Dan kejamnya politik di negeri ini adalah adanya kelompok atau faksi faksi yang saling menelikung. Siapa yang menang maja dia akan ambil semua. Kekalahan seorang calon ketua umum bukan kekalahan satu orang. Kekalahan seorang calon ketua umum berarti kekalahan yang harus diderita oleh satu gerbong.
Kekalahan Anies Mata di PKS sebagai contoh. Satu gerbong ikut kalah sehingga berakhir dengan munculnya partai baru sebagai pecahan PKS.
Nasdem dan Hanura juga jika ditilik dari sejarah nya berasal dari kekalahan satu gerbong dalam pemilihan ketua umum atau semacam nya. Jadi, fakta lapangan menunjukkan faksi faksi keras dalam setiap partai.
Demokrat di bawah AHY sedang menghadapi persoalan sangat dahsyat. Hanya seorang pemimpin unggul yang dapat menyelesaikan persoalan ini.
Artinya, AHY sedang diuji apakah dia benar kader demokrat terbaik dan layak menjadi pemimpin Indonesia atau akan kalah dan tenggelam untuk selama lamanya. Semua mata akan tertuju kepada jalan yang ditempuh AHY dalam pusaran persoalan besar yang sudah nyata nyata hadir di depan mata.
Selama ini masih terkesan berlindung di bawah bayang bayang Bapaknya. Bahkan berita terakhir, SBY turun langsung setelah cukup lama diam melihat gonjang ganjing Demokrat. Turun langsung nya SBY sebetulnya akan berakibat pada ke kurang percayaan publik pada kemampuan politik AHY.