Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

Luka dan Cerita tentang Rina

Diperbarui: 8 Februari 2021   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Gue paham betul jika Rina harus mengikuti kemauan bokapnya. Dan dia meninggalkanku dalam luka yang begitu dalam. Begitu kelam. 

Jika tak keburu ketahuan dan ditolong oleh ibu, aku sudah menghuni alam sana. Bersama kepedihan yang tak tertahankan lagi. 

"Perempuan itu banyak. Jangan jadi laki-laki cengeng, " bentak bapakku yang tak bisa menerima anak laki-laki satu satunya mati bunuh diri gara-gara putus cinta. 

Membutuhkan waktu lama untuk bangkit dari keterpurukan.  Bertahun-tahun gue membuang sedikit demi sedikit kenangan manis bersama Rina. 

"Pengiriman ke Inggris sudah siap, Pak, " kata seorang karyawan ku. 

Kalimat itu saja menunjukkan sekarang gue ada di mana kan? 

Sekarang gue ada di Semarang.  Kota tempat kuliah dan kemudian berdagang.  Bukan dagang biasa, gue ini eksportir mebel. Mirip Pak Jokowi sebelum jadi presiden. Tapi, jangan berharap gur mau jadi presiden ogah. Ribet doang. 

"Ada telepon, Pak, " kata sekretaris ku. 

"Dari siapa? "

"Katanya teman Bapak. "

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline