Kamu tentu pernah merasakan kehidupan paling nyaman di dunia ketika digendong oleh seorang perempuan yang selalu kamu panggil ibu. Aku masih terus mengingat kehangatan itu.
Tapi kemudian kamu menyaksikan senyum ibu musnah direnggut oleh laki-laki yang ibu suruh dipanggil ayah. Laki laki bajingan yang mungkin akan kamu selesaikan urusan nya di dunia ini sendiri.
"Ibu kan bisa melawan, " aku cuma bisa menangis melihat darah yang menitis di mulut ibu.
"Ibu tak punya apa-apa di kota ini. Dan kamu? Ibu tak ingin kamu terlunta-lunta. "
Tapi tetap saja ibu tinggal di rumah itu. Rumah milik laki laki itu.
Sampai suatu pagi aku cuma bisa berdiri terpukau di pintu kamar ibu. Ya, ibu sudah terbujur kaku dengan darah yang sudah mengering.
Laki-laki itu tidak ada. Entah pergi ke mana. Ingin rasanya menghajar laki-laki itu. Demi ibu.
Seorang polisi baik akhirnya mengangkat ku sebagai anak. Dia tak punya anak. Kehangatan pak polisi dan istrinya yang kemudian aku panggil ibu juga.
Aku besar dalam kasih sayang pak polisi itu. Tak ada kurang apa pun. Hingga aku di sekolah kan hingga sarjana. Beruntung lah aku.
Dan pemuda itu mulai mendekatiku. Aku suka dengan ketelatenan dia menemaniku . Banyak hal dia tuntun perjalanan ku.