Ayo, main ke rumahku.
Namanya Yusi. Teman satu kelasku ketika SD dulu. Anak perempuan yang tak punya teman kecuali aku.
Yusi merupakan anak ketiga keluarga Darjo. Keluarga paling kaya di kampungku. Ketika semua rumah di kampung itu terbuat dari kayu atau bahkan bambu, rumah keluarga Darjo sudah menggunakan batu-bata atau rumah gedong bertembok.
Aku kadang inget pesan emak untuk tidak terlalu sering main ke rumah Yusi. Tapi, Yusi selalu merengek agak aku mau menemaninya main di rumahnya.
Ayo, main ke rumah ku.
Kalau kalimat itu sudah keluar dari mulut mungit Yusi, aku tak akan punya kuasa menolak nya.
Sampai Kelas 6 SD, aku masih selalu main berdua. Aku mulai senang main berdua Yusi. Entah ada perasaan apa di hatiku, tapi yang jelas aku selalu pengen main bareng Yusi.
Kalau Yusi pegang tanganku, aku juga merasakan perasaan aneh. Apalagi suatu saat Yusi, entah sengaja atau tidak, dia mencium pipiku. Malamnya, aku tak bisa tidur.
Setamat SD, aku dan Yusi berpisah. Yusi sekolah di SMP bagus di kota, sementara aku masuk pesantren.