Kamu jadi ke rumah ibu, kan? Iya, tapi pagi ini seperti nya akan hujan lagi. Terus kamu batal lagi? Sudah berapa kali kamu membatalkan rencanamu ke rumah ibu? Bener juga sih, tapi semua itu bukan kemauan aku.
Dan dia kembali duduk di kursi paling dekat jendela. Digesernya gorden jendela. Dan pandangan nya terpaku pada percikan air yang jatuh di antara bebatuan di halaman rumahnya.
Kamu memang selalu mencari alasan untuk datang ke rumah ibu. Kalau tak ada hujan pagi ini pun, kamu akan sibuk mencari alasan lain agar kamu tak jadi ke rumah ibu.
Tidak begitu. Aku memang sering batal ke rumah ibu, tapi benar benar bukan kehendakku sendiri. Dan untuk apa mencari cari alasan untuk tidak jadi ke rumah ibu? Kamu sendiri kan tahu, aku sering merindukan ibu.
Di rumah itu, dia sudah lama hidup sendiri. Suaminya entah pergi ke mana. Mungkin juga sudah cerai. Karena, biasanya, suaminya pergi hanya seminggu. Itu paling lama. Sekarang sudah lama sekali tak terlihat suaminya. Suara tertawanya yang sering menembus dinding rumahnya juga tak pernah terdengar lagi.
Perempuan itu tidak terlihat memiliki anak. Sehingga ketika suaminya pergi, ia selalu sendiri di rumahnya. Kadang cuma ditemani anjing kecil berwarna putih yang sering di pangku nya di pagi hari.
Hujan pagi ini semakin deras. Hatimu berkecamuk seru antara diam di rumah atau menerobos jarum jarum putih yang menukik begitu tajam.
Matamu masih memerah? Semalam menangis lagi? Kamu merindukan ibumu atau suamimu? Atau kamu menyesali kesendirian dan kesepian mu selama ini?
Kamu selalu saja menebak nebak sesuka hatimu. Mataku merah karena sakit mata. Bukan karena rindu atau kesepian. Aku sudah tak peduli terhadap kedua nya.
Kamu mulai lagi tak jujur pada diri sendiri. Seolah olah, kebohongan bisa mendatangkan kebahagiaan. Kamu lupa ya jika kebohongan kamu yang telah memerosokkan kamu jadi seperti ini.