Yang bikin iri dari demokrasi Amerika adalah adanya dua pidato setiap kali selesai pemilihan presiden. Selain pidato kemenangan yang dipenuhi dengan eforia, ada juga pidato kekalahan yang dipenuhi rasa syahdu.
Dalam setiap pemilihan presiden di Amerika, calon presiden bisa lebih dari dua. Akan tetapi, hanya calon presiden dari Demokrat dan Republik yang diperhitungkan. Selain itu, hanya figuran belaka.
Kali ini, dua kandidat tersebut adalah Joe Biden dari Demokrat dan Donald Trump dari Republik. Sejak awal, persaingan cukup ketat. Walaupun survei pernah mengunggulkan Biden, namun pada saat perhitungan terjadi persaingan perolehan suara yang sangat ketat.
Dan kini hasil itu sudah diperoleh. Biden sebagai pemenang pemilihan presiden AS. Sebagai pemenang, Biden tentu akan menyampaikan pidato kemenangan sebagaimana biasanya.
Pertanyaan muncul, vdi sisi sebelah sana. Akankah Trump menyampaikan pidato kekalahan?
Trump sudah menyampaikan bahwa dia tak akan mudah menyerah. Bahkan upaya upaya untuk kemenangan nya kadang bikin miris. Apalagi ketika suara suara sumbangnya diterjemahkan oleh pengagum setianya.
Trump akan memggugat hasil pemilu. Bukan itu saja, Trump juga mengatakan belum menyiapkan pidato kekalahan. Hal ini yang bisa membuat kondisi tak lagi sebagus dulu.
Jika kita tarik ke tahun 2016, ketika Trump sebagai pemenang menyampaikan pidato kemenangan, di sebelah sana, Hillary menyampaikan pidato kekalahan. Hillary kecewa karena kalah, akan tetapi demokrasi harus dijunjung tinggi. Pidato kekalahan menjadi arena untuk kembali bekerja bersama.
Jika Trump tak mau mengakui kekalahan, atau bahkan tak mau keluar dari Gedung Putih, sudah banyak spekulasi disampaikan. Hanya saja, para pengagum demokrasi di mana pun berada, akan merasa bangga jika demokrasi Amerika juga semakin dewasa, bukan terdegradasi lebih buruk dari negara negara berkembang yang sering diceramahi tentang demokrasi oleh Amerika.