Bapaknya baru terkena PHK, Pak. Lapor wakikelas ketika ada salah satu peserta didiknya yang sampai tiga hari tidak nongol pembelajaran daring. Dan laporan ini tentu bukan laporan pertama yang saya terima dari wali kelas.
Cukup banyak yang orangtua mereka terkena PHK sejak bulan Maret lalu, ketika covid 29 mulai mewabah. Pada awalnya, kerja tak tentu, kemudian ketika order tak juga datang, akhirnya mereka di-PHK.
Wajar jika kemudian berimbas ke keluarga. Apalagi anak yang kemudian juga harus membeli pulsa jika hendak belajar. Dan kondisi demikian cukup banyak.
Untung dana BOS bisa dipergunakan untuk memberikan bantuan pulsa. Di sekolah saya saja, hampir 200 siswa-siswi yang meminta bantuan pulsa dengan aneka ragam alasan. Salah satunya, karena orangtua terkena PHK.
Selain terkena PHK, orangtua siswa yang lumayan banyak juga berprofesi sebagai ojol kelabakan karena tidak boleh angkut penumpang. Mereka tak punya tabungan, sehingga ketika ada larangan angkut penumpang, mereka tak punya penghasilan apa apa.
Lalu, pemerintah melalui menteri keuangan keuangan, Sri Mulyani, hendak memberi intensif kepada para pekerja yang gajinya di bawah 5 juta. Kenapa mereka yang masih bekerja dan masih mendapatkan gaji yang diberikan bantuan, Bu Sri?
Menurut saya, intensif untuk pekerja yang penghasilan nya di bawah 5 juta kurang bijak, Bu. Walaupun mereka masih kekurangan, tetapi masih banyak yang lebih kurang dari mereka. Siapa?
Orang orang yang terkena PHK itu, Bu. Atau mungkin orang yang sebentar lagi di-PHK juga, Bu. Banyak orang yang seperti ini.
Bantulah perusahaan perusahaan yang sudah sakaratulmaut agar tidak mem-phk karyawan mereka. Caranya, ya itu tadi, karyawan digaji pemerintah. Sehingga tak ada PHK.
Enak sekali perusahaan itu?