Gila bener. Rasa senang begitu banyak masyarakat ketika mendengar kemarahan Jokowi karena kinerja kabinetnya, ternyata mesti ditahan dulu.
Saya sendiri termasuk yang gregetan melihat kinerja para menteri yang kurang sesuai harapan. Dan tentunya, berharap langkah berikutnya yang diambil oleh Presiden Jokowi setelah marah adalah resuffle kabinet. Titik. Yang gak becus, minggir. Kalau tak mau minggir, tenggelamkan!
Tapi, ketika saya dengar partai partai politik pendukung pemerintahan Jokowi juga mengusulkan hal yang sama, saya malah menjadi curiga. Ada apa mereka bergairah dengan resuffle kabinet? Bukankah mereka yang akan kena?
Keganjilan ini betul-betul bikin bingung saya. Mungkin juga orang orang lain yang ikut merasakan keanehan ini. Apa kira kira motif di belakang kesemangatan parpol mendukung resuffle?
Pikir punya pikir, oh, kemungkinan mereka malah hendak menambah jatah kursi di kabinet ini nantinya saat resuffle. Tak bisa tidak. Partai politik yang sekarang sudah menjadi pemburu kursi alias pemburu kekuasaan, pasti akan mengincar lebih banyak lagi kursi. Walaupun terkadang wakil mereka (aneh juga kalo Menteri disebut wakil parpol, tapi kenyataan nya Menteri lebih takut ketua umum daripada presiden) kurang jelas kerja nya.
Lalu?
Kemungkinan, ya, menteri menteri yang tidak memiliki latar belakang atau dukungan dari partai politik yang akan tersingkir. Bisa lebih berabe lagi jika kecurigaan banyak orang seperti ini yang akan terjadi.
Bukan hal yang tidak mungkin. Karena dalam banyak kasus, Jokowi bisa tegar menghadapi oposisi, tapi keok ketika ditelikung dari dalam. Sehingga, hal demikian bisa terjadi lagi ketika resuffle dilakukan Jokowi.
Kabinet bukan bertambah profesional akan tetapi justru semakin dikuasai para politikus belaka. Semakin terperosok ke lembah kacau.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi harus berhitung benar. Perlukah resuffle atau cukup ditingkatkan pengawasan kinerja para menteri kabinetnya.