Seorang sufi sedang mencari Tuhan. Di masjid, dia tak menemukan. Bahkan di Makkah pun dia hanya menemukan kekecewaan. Ternyata Tuhan dia temukan di dalam hatinya.
Kesombongan terkadang justru menghalangi kita untuk dekat dengan Tuhan. Dan Tuhan memang membenci makhluk yang berani memakai jubahnya.
Masjid adalah rumah Allah. Tapi, bukan berarti Allah ada di sana. Ketika kita mengagungkan masjid dan melupakan untuk apa masjid dibangun, maka hari hari inilah kita dihajar kesombongan diri kita sendiri. Masjid toh cuma sebuah sarana. Masih banyak sarana lain, yang bisa kita lalui menuju-Nya.
Agama, masjid, juga tempat tempat ibadah lain, tak boleh menjadikan kita sombong. Kita harus tetap tunduk pada yang memiliki segalanya.
Bahkan jumlah tak boleh menyombongkan kita dalam beragama. Karena sejatinya agama hadir sebagai revolusi sosial untuk menghilangkan penuhanan penuhanan. Tiada Tuhan selain Allah.
MUI sudah benar ketika menghindari mudarat virus korona, membuat fatwa untuk bersolat di rumah. Bukan menyepikan masjid. Tapi, juga memang tak perlu menyombongkan masjid.
Kita sudah harus menyadari bahwa Tuhan tak memerlukan apa apa. Tidak masjid, tidak gereja, tidak pure, tidak vihara. Tuhan memerlukan hati kita.
Mari kita hadir kan agama agama yang semakin manusiawi. Agama yang tidak mengorbankan siapa pun. Agama yang tak untuk di sombongkan.
Robohkan saja segalanya. Tuhan tidak membutuhkan semua itu.
Itulah pelajaran dari virus yang juga tentara Tuhan. Menyerang langsung pada kesombongan beragama kita.