Kamu Syiah, kamu bukan Islam, maka tak boleh ada di negeri ini. Kamu Ahmadiyah, kamu bukan Islam, maka sebaiknya kamu pergi dari sini.
Masih banyak yang salah memahami konteks pembicaraan. Seseorang dalam beragama disebut sebagai umat. Ketika seseorang dalam bernegara disebut sebagai warga.
Ketika bicara agama, silakan membedakan antara kita sebagai umat dengan umat agama lain. Cara beribadah juga berbeda. Kita beragam.
Ketika berbicara tentang kehidupan seseorang di sebuah wilayah atau negara, kita bukan lagi umat. Kita bicara sebagai sesama warga negara. Kedudukan kita sama. Sesuai dengan amanat kehidupan bernegara dalam konstitusi yang kita akui dan junjung bersama.
Ketika bicara umat, ada mayoritas dan ada minoritas. Walaupun di setiap daerah kemungkinan ada perbedaan.
Ketika berbicara dalam kerangka kehidupan bernegara, maka kita harus merujuk konstitusi. Semua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah.
Ketika memilih pemimpin umat, maka wajib dari anggota umat tersebut. Akan tetapi, jika berbicara kepemimpinan dalam konteks bernegara maka seharusnya kita samping kan keumatan dan berdiri sebagai warga negara yang sama.
Ketika terjadi pencampuran, maka yang terjadi adalah bias. Bukan kompensasi kepemimpinan yang didahulukan, tapi kesamaan golongan yang menjadi landasan. Dan kemungkinan besar akan terjadi kekacauan.
Hal demikian memang bukan hanya terjadi di negeri ini. Kemunculan ultra kanan di negara negara maju juga merupakan kemunduran tersendiri. Agama kemudian menjadi hiasan politik belaka. Bahkan agama akan menjadi senjata paling mematikan.
Kesadaran bersama akan koeksistensi dalam kehidupan sangat diperlukan untuk ditanamkan sejak dini. Bagaimana pun juga, hidup bersama lebih baik daripada hidup dalam kesalingcurigaan tanpa dasar.
Mari kembalikan kehidupan bernegara sebagai sesama warga. Bukan lagi, berdasarkan keumatan yang memisahkan.