Hanya bisa mangkel. Hanya bisa marah-marah di warung kopi. Saat melihat perselingkuhan di gedung-gedung peruh aroma wangi kentut itu. DPR dan DPRD harusnya mengawasi. Harusnya mereka bicara. Bukan diam. Bukan menyanyikan koor lagu setuju.
Harmoni di negeri ini selalu disalah artikan. Harmoni diartikan sebagai pembungkaman siapa pun yang selalu bermaksud kritis. Kritis adalah sikap tak terpuji. Hindari kritik dan jaga harmoni.
Siapa yang selalu bicara harmoni? Biasanya mereka yang suka diam-diam mencuri. Ketika ketahuan, tak boleh teriak. Karena teriak akan menimbulkan kegaduhan. Karena kegaduhan bukan budaya kita. Budaya kita adalah harmoni. Dan setiap ada pencurian kita harus menegurnya diam-diam, hingga si pencuri kemudian hijrah menjadi ustad yang punya kunci surgawi.
Sudah sejak zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga kini Orde Reformasi. Selalu banyak yang tidak suka pada orang-orang yang bersikap kritis. Sikap kritis sering dianggap sebagai penghalang revolusi di masa Orde Lama, sebagai penghalang pembangunan di masa Orde Baru, dan entah sekarang dianggap sebagai apa. Yang jelas, semua mereka yang sudah duduk di kursi mapan, pasti akan menentang sikap kritis. Karena sikap kritis akan membongkar setiap inci kebohongan yang telah diselipkan di setiap sisi perjalanan hidupnya.
Wlliam Aditya Sarana, seorang anak muda dari partai baru nankecil PSI, tiba-tiba menyuarakan kecurangan yang selama ini disimpan rapi di meja para pemuka ibukota.
Selama ini mereka yang selalu menjaga harmoni tersentak kaget karena ditelanjangi anak kemarin sore. Semua terkaget-kaget. Semua terpana. Kok bisa, mereka terang-terangan berbuat curang?
Pasca kaget muncullah tindakan-tindakan perlawanan. Sikap kritis harus segera dibungkam. Dan mereka tentu bekerja berombongan seperti selama ini dilakukan dalam simbol harmoni. Pokoknya, harus segera, sebelum segala terbuka dan membuat merah muka mereka.
Ada yang mencaci. Ada yang ngomeli. Ada yang menegur. Dan ada yang membuat pengaduan.
Seperti anak-anak di sebuah kelas. Ketika ada temannya yang bersikap kritis terhadap gurunya, maka gurunya cukup diam saja, karena kawan-kawan si anak kritis yang akan beramai-ramai menghakimi si teman yang kritis. Walau teman-teman tahu jika si kritis bertindak benar. Tapi, demi harmoni yang duimaknai salah mereka rela berbuat tak sesuai nurani sendiri.
Maka, ketika Nadiem menjadi seorang pembicara dalam sebuah acara budaya, ada seorang penanya yang menanyakan, "Apa yang akan dilakukan Nadiem saat ditunjuk menjadi seorang menteri pendidikan?"