Ini bukan cerita fiksi. Apalagi fiksi murahan. Ini kisah tentangmu. Iya, tentangmu.
Sebelum nya aku tak peduli. Hingga kini juga tak peduli. Aku cuma mau cerita saja. Tapi bukan cerita fiksi. Ini cerita tentang mu. Iya, tentangmu.
Aku sendiri mengagumimu. Sangat mengagumi. Bahkan bisa dibilang takjub. Ketika logika sudah tertunduk kan, itulah makna takjud dalam kbbi (kamus besar bahasa Indonesia). Dan ketika melihat dan mendengar tentang kisahmu, aku memang mendadak kehilangan sikap kritis bahkan otakku memang benar benar minta pensiun dini.
Kamu dulu hidup di kampung, waktu masih kecil. Lahir dari keluarga besar. Saudaramu ada dua belas. Itu pun sudah tak dihitung, saudara saudara mu yang menghembuskan nafas waktu dia masih bayi.
Lalu kamu pergi ke kota, ya, kotaku ini. Sebagai gadis kecil yang lugu. Tak tahu apa apa tentang kota. Juga lelakinya.
Terus kamu jatuh ke lembah kelam. Lalu ketemu aku. Dan aku jatuh cinta padamu. Terus menikah. Dan kita punya anak.
Aku tak peduli. Mesti kamu sudah dianggap orang hanya setengah manusia. Aku mencintaimu setulus hati. Aku hanya tahu kamu. Karena aku pun tak pernah jelas asal usulnya.
Aku berjuang hingga sekarang menjadi anggota dewan yang terhormat. Aku merebut kursi itu dengan mengorbankan semua nilai moral yang ada, maka aku tak mungkin menghakimi mu.
Aku mencintaimu. Dan sepenggal kisah ini, tak mungkin membuat cintaku luntur. Biarlah kisahmu menjadi milikmu. Simpanlah sebaik mungkin.
Aku ... Ah, sudahlah.
Aku tak ingin menjadi tokoh apa pun dalam kisah itu. Aku biar dalam kisahku sendiri.