Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

Cerpen | Penjual Bulan

Diperbarui: 25 Oktober 2018   05:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aneh.  Bagaimana gak aneh coba, ada orang tahu tahu datang ke rumah Anda, terus dia menawari Anda untuk membeli bulan.  Dan dia agak memaksa.

Saya udah punya bulan, kataku kesal.

Bapak pasti belum tahu dan gak pernah peduli dengan bulan, kata perempuan sales bulan itu, dengan terus berupaya agar aku membeli bulan.

Maksud Anda, aku menjadi sedikit gusar.  Saya memang gak pernah tahu, apakah saat ini masih ada bulan, seperti dulu waktu saya kecil, sore sore keluar rumah memanggil bulan bersama teman teman seumuran.  Sore adalah waktu bermain bulan.

Sekarang anak anak sudah sibuk dengan gadget nya sendiri sendiri.

Sekarang sudah tak ada bulan di langit yang bisa bapak lihat kapanpun bapak mau, kata perempuan sales semakin merasa di atas angin.

Berapa?  Saya harus mengaku kalah.  Sudah bertahun tahun saya tak pernah lihat bulan.  Saya terlalu sibuk bekerja.  

Bapak bisa bayar berapa saja, asal cocok.

Kupret.  Berapa saja asal cocok.  Inikan jebakan.  Seolah olah kita yang menentukan harga, padahal harga yang kita berikan yang sedang menunjuk seberapa harga kita.  Kalau nawar rendah pasti akan dicibir sebagai pelit atau cuma segitu kemampuan bapak?

Singkat cerita, aku beli dua.  Satu saya pasang di plafon kamar tidur.  Satu lagi dipasang di kamar mandi.

Saya memang masih sendiri.  Kadang kesepian juga.  Kalau ada bulan, paling tidak, saya bisa terhibur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline