Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

Sarapan untuk Prestasi Anak

Diperbarui: 13 Agustus 2018   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar dari manado.tribunnews.com/2

Semua orang tua pasti berharap anak-anaknya berprestasi. Bahkan setiap orang tua juga berharap sekali agar anaknya lebih berprestasi dari prestasi yang sudah diraihnya. Anggaplah, orang tua mampu menjadi juara 5 di kelasnya saat SD, maka mereka akan menginginkan anaknya agar bisa mendapat peringkat 4,3,2, bahkan mampu menjadi yang terbaik di kelasnya sebagai peringkat 1.  

Kalau orang tua mampu menempuh di perguruan tinggi hingga sarjana strata 1, maka mereka sangat berharap agar anaknya mampu menempuh di perguruan tinggi hingga strata 2, bahkan strata 3. 

Jika orang tua hanya mampu bersekolah di sekolah biasa, maka orang tua sangat menginginkan anak-anaknya bersekolah di sekolah yang lebih hebat lagi. Akan tetapi, kemauan orang tua itu sering tidak diiringi oleh sikap atau tindakan agar anak-anaknya bisa berprestasi lebih.

Masih banyak orang tua yang sudah berhenti hanya pada sebuah keinginan. Lalu, tak ada tindakan nyata. Malah, untuk sebagian orang tua yang hidup dalam himpitan ekonomi, lebih sering melalaikan keharusannya untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya agar mereka menjadi lebih baik.

Dalam hal ini, sarapan.

Sebagai seorang guru, saya lebih sering merasa prihatin terhadap kondisi peserta didik saya yang memang lebih banyak masih berada di ekonomi kelas bawah. Mereka tak membawa bekal. Mereka juga belum sarapan sejak dari rumah. 

Di Jakarta, jam masuk sekolah sudah dimulai pada pukul 06.30. Ketika jam 06.30 sudah harus berada di sekolah, dan di jalanan sudah pasti terhadang kemacetan yang lumayan setiap harinya, maka mereka sudah harus berangkat dari rumah pada jam subuh. Bahkan ada yang sudah berangkat sebelum solat subuh.

Ketika di kelas anak-anak lesu atau bahkan mengantuk, maka terkadang iseng dilemparkan pertanyaan tentang sarapan. "Sudah sarapan?" dan jawabannya selalu gelengan kepala. Alasannya lebih sering karena tidak sempat dan terburu-buru agar tidak terlambat ke sekolah.

Mereka lebih sering diberi uang jajan agar bisa jajan di sekolah.

Sepertinya sebuah solusi yang bagus. Api, namanya juga anak-anak, maka uang jajan kemudian dibelikan barang-barang yang enak tapi tak bergizi. Mereka lebih mementingkan rasa.  Bisa dimaklumi karena memang mereka anak-anak.

Dan selalu saja, prestasi anak-anak itu tak bisa lebih baik. Mereka hanya bisa memperoleh nilai pas-pasan. Mereka akhirnya juga hanya bisa melanjutkan sekolah yang biasa juga. Harapan untuk bersekolah lebih baik yang selama ini diharapkan oleh orang tua hanya sebuah harapan belaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline