Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

3 Hati dalam Gelas (19)

Diperbarui: 31 Maret 2016   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam mulai larut.  Mereka bertiga masih ngobrol.  Tak ada rasa ngantuk.  Tak ada rasa lelah.  Yang ada dan penuh di dada mereka adalah rasa rindu. Rindu yang menggebu.

"Mbak Diah masih ingat Dodo?" tanya Afra.

Diah pura-pura mikir.  Jidatnya dikerutkan.

"Dodo yang mana y, Fra?"

"Anaknya haji Misbah.  Perasaan dulu sekolahnya bareng mbak deh."

"Oh dia.  Iya.  Kenapa?" Diah penasaran.

"Haji Msibahnya kan sudah meninggal."

"Inna Lillahi.  Kapan?"

"Udah lama, Mbak.  Gara-garanya juga si Dodo juga.  Dia kan anak satu-satunya.  Haji Misbah pengin anaknya bisa menggantikannya menjadi mubaligh.  Tapi Dodo nggak mau."

Diah tahu.  Dodo memang tak mau jadi mubaligh.  Kata Dodo, menjadi mubaligh kayak bapaknya itu banyak bohong.  Dodo sering bilang kalau ayahnya paling pelit di dunia.  Jangankan untuk bersodaqoh atau berinfaq, untuk ngasih uang jajan anaknya saja pelit banget.  Padahal, sambung Dodo waktu itu, ayahnya paling fasih bicara tentang sodaqoh dan keistimewaan infaq.

Dodo pengin jadi saudagar.  Seperti Usman bin Affan.  Atau Abdurahman bin Auf.  Dua sahabat nabi yang terkenal sebagai saudagar dan sekaligus sahabat yang paling banyak menyumbang harta untuk perjuangan nabi.  Tak mau Dodo menjadi pembohong seperti ayahnya.  Jadi, sangat mungkin Dodo menolak kemauan ayahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline