[/caption]
Diah menarik nafas panjang. Mencari jalan agar apa yang diceritakan merupakan jalan kebaikan. Bukan sebaliknya. Diah berharap, Rara bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidupnya yang cukup berliku.
Rara masih mencoba menyimpan rasa cemas.
Diah juga masih digulung rasa cemas. Mungkinkah ini akan menjadi sebuah kebaikan? Diah mulai sangsi. Sudah waktunyakah untuk bercerita kepada Rara? Atau harus dirunda dulu agar semuanya lebih siap? Diah mulai mengundurkan niatnya.
Rara agak pias.
Tok...tok...tok!
Ada yang mengetuk pintu. Suaranya agak terburu. Mungkin ada berita yang harus segera disampaikan. Rara bangkit. Tapi Diah mencegahnya.
"Biar Bunda saja."
Laki-laki di depan pintu itu jelas bukan orang baik-baik. Wajahnya yang kusut jelas menyiratkan beban keterbuangan. Rambutnya dicat aneka warna. Sepatunya yang beda warna. Dan bau tak sedap yang bersumber dari tubuh yang mungkin sudah lebih dari seminggu tak bersua dengan air.
"Ada Rara?" tanyanya dengan sura berat yang penuh takanan.
Diah menarik nafas. Manusia seperti ini tak boleh dihadapi dengan ketakutan, walau Diah agak risi juga. Diapndangnya laki-laki yang kelihatan masih remaja itu tepat dilorong matanya.