Sebuah teras rumah. Hanya ada dua kursi. Satu kursi kosong. Di kursi yang satunya lagi duduk seorang anak kecil. Kakinya di angkat. Seperti kedinginan.
Anak : Sudah malam.
Terdengar musik dangdut lamat-lamat. Tidak terlihat orangnya. Tapi suara musik dangdut itu semakin lama semakin keras. Seperti para pedagang keliling yang biasa keliling perumahan. Lamat-lamat, suara musik mennurun seperti sudah melewati rumah kita.
Anak : Pulang tidak, ya?
Seperti berbicara dengan dirinya sendiri. Kepalanya dilongokkan ke depan. Mengucek-ngucek matanya seperti sedang memperjelas penglihatannya.
Anak : Bukan!
Lalu anak kecil itu duduk lagi. Menarik kakinya, seperti kedinginan. Matanya masih melotot memperhatikan jalan yang di depannya.
Anak : Kapan pulang?
Suaranya semakin serak. Matanya berkaca-kaca. Tapi, si anak terlihat berusaha untuk tidak menangis.
Anak : Semoga tidak macet lagi.
Anak bangun. Lagi-lagi, melangkah ke depan. Ke arah jalanan. Tapi, mukanya kecewa kembali. Terlihat bayangan seseorang melintas.