Ilustrasi/Kompas.com (admin)
Sudah dua minggu lebih Senja mengurung diri. Hanya di waktu senja saja. Karena Senja tak ingin melihat senja tiba. Ada luka yang terlalu luka. Saat Senja melihat senja. Sehingga Senja memutuskan, sejak dua minggu yang lalu atau lebih sedikit, untuk menghindari senja.
Setiap senja, Senja selalu duduk di taman. Menyaksikan matahari yang menyisakan nuansa. Nuansa yang selalu ditunggu oleh sepasang kekasih karena keindahannya tak tertandingi oleh apa pun.
Juga Senja. Yang selalu melewati senja dengan kekasihnya. Laki-laki paling mengerti. Laki-laki yang bisa menerima Senja apa adanya. Senja yang sudah lama berhati beku, lama-lama membuka, karena laki-laki itu. Dan Senja pun akhirnya mau menjadi kekasihnya.
Tapi senja juga yang telah melumat segala indah harap. Senja telah membuang laki-laki itu pada sebuah pilihan. Tetap bersama Senja atau akan terlempar ke dunia tanpa kata. Dan laki-laki itu tak memilih Senja. Padahal Senja sudah membangun sebuah magligai harapan yang terlalu tinggi untuk dirinya.
Senja kecewa. Senja tak mau lagi melihat senja.
Entah sampai kapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H