Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Syafei

TERVERIFIKASI

Menerobos Masa Depan

Meng-Indonesiakan Inggris bukan Meng-Inggriskan Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ada tiga cita-cita yang dikemukan oleh para pemuda Indonesia saat mengumandangkan "Sumpah Pemuda"-nya.  Pertama, mewujudkan satu bangsa, satu tanah air, dan menjunjung bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia.  Memiliki satu tanah air itu sebuah kebanggaan dan sekarang sudah terwujud.  Memiliki satu bangsa, itu juga kebanggaan dan itu juga sudah terwujud.  Sebelum keduanya terwujud melalui proklamasi, ternyata bahasa telah mendahuluinya bahkan ikut mendorong kemerdekaan bangsa ini melalui terwujudnya bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipergunakan dikehidupan keseharian bangsa ini.

Tak banyak lho, negara yang memiliki bahasa sendiri?

Dari yang sedikit itu, salah satunya adalah Indonesia.  Dan aku bangga terhadap bangsaku karena ini.  Sehingga waktu kuliah aku pilih jurusan bahasa Indonesia.  Maka sekarang aku pun jadi guru bahasa Indonesia.

Ada kesedihanku saat ini, terllau banyak bangsa ini yang sudah mulai kurang bangga terhadap bahasanya.  Mereka minder dengan bahasanya sendiri.  Mereka lebih senang dengan bahasa Inggris.  Menyedihkan!!!!!

Lebih sedihnya lagi, ini terjadi di dunia pendidikan.  Dunia yang akan menjadi cermin masa depan.  Akankah masa depan bahasa Indonesia gulung tikar?  Tidak boleh!  Kita harus memperjuangkan ini sampai darah penghabisan (lebay, ya?).

Pendidikan mulai tidak menghargai UUD, bahkan melecehkannya.  Tentu yang saya maksud adalah para pejabat di Kementerian Pendidikan Nasional.  Karena telah membuat aturan atau kebijakan yang menggusur bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan.  Mereka mewajibkan bahasa Ingris sebagai bahasa pengantar di sekolah RSBI.  Padahal sekolah itu notabene ada di wilayah kedaulatan Indonesia.

Pertanyaannya, apakah pejabat itu tahu kalau kebijakan yang diberlakukannya ini telah melecehkan UUD 45?

Seharusnya mereka tahu itu.  Ataukah disengaja?  Kalau disengaja, harusnya mereka patut untuk dimajukan ke pengadilan karena ini termasuk terorisme bahasa juga.

Mengapa, sekali lagi mengapa para pejabat itu tidak meniru Jepang atau Korea Selatan yang begitu kental nasionalismenya?  Jepang tak pernah luntur dan melunturkan dirinya dengan meremehkan bahasa Jepang di hadapan bahasa Inggris.  Tapi apa yang terjadi?  Jepang tetap maju.  Korea Selatan juga maju.  Belum lagi China yang juga tak mau mengorbankan nasionalisme bahasanya digerogoti oleh para pejabatnya yang minder dan sok Inggris.  China juga maju, bahkan tampil melejit.

Mentalitas pejabat di Kemdiknas harus diperbaiki.  Mereka harus disuntik jiwa nasionalisme kebahasaaannya.  Kembalikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan.  Di mana pun sekolah itu, RSBI kek, reguler kek, yang penting jika sekolah itu masih ada di bumi pertiwi dan dibiayai dari keringat rakyat bangsa ini, maka sekolah tersebut wajib mengamalkan UUD 45 melalui pengajaran yang diantarkan dengan bahasa Indonesia.

Terjemahkanlah banyak buku ke dalam bahasa Indonesia.  Indonesiakan Inggris, jangan Inggriskan Indonesia. Sehingga akan banyak generasi muda bangsa ini yang mampu mengembangkan dirinya menjadi lebih maju dengan tanpa harus minder dan ke-Inggris-inggrisan.  Jati diri tetap Indonesia  walaupun pemikiran melanglang buana, bahkan sampai ke angkasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline