Minggu Pagi di desa Parang Pojok tak seperti biasanya, Minggu ini terasa sepi, nglangut dan sedikit berkabut macam hati yang lagi kalut. Pagi itu begitu dingin terasa, padahal ini musim kemarau, tapi entah kenapa sedari subuh gerimis rintik-rintik menaburi Tanah Ngarcopodo, memberikan kedamaian bagi mereka yang semalem lemburan nonton bola, dan main koprok, memberi kelonggaran bagi para petani untuk bernapas dan beristirahat barang sejenak, sebab palawija dan padi mereka tak perlu dipompakan air.
Namun dari kejauhan ujung desa sayup-sayup terdengar obrolan dan sesekali tawa renyah dari kejauhan. Obrolan khas kaum proletar khas kaum bawah yang hampir termarjinalkan oleh kuasa-kuasa serakah kaum borjuis yang haus tahta, derajat harta dan tahta. Mereka ngobrol, ngganyik tak tentu arah di warung Yu Ginah, warung di sebrang Pasar Impres Parang Pojok. Tak pernah sepi, selalu ramai dan riuh bak acara ILC di tipi-tipi selalu ada perdebatan dan cengkrama khas kaum bawah yang merdeka.
“mmmh mememmeh… mhhhmmm mhhm mhhm haam (ndak terima pokok nya besok kita habisi)” Bagong sontak berusaha berteriak-teriak dengan mulut yang penuh dengan gedang goreng melihat tayangan brita TV. Terang saja gedang goreng yang tadinya aman tentram dan damai di dalam mulut Bagong muncrat. Yang sedinya cuwilan-cuwilan gedang goreng dalam mulut itu menunggu proses biologis dengan terarut dan penuh amanah, mendadak menyembur keluar, muncrat kesana-kemari, membabi buta, liar tak bertuan seperti brita-brita hoax dari Buzzer yang menjadi viral di dunia sosmed, dan perkopian jagad Ngarcopodo pun jadi riuh.
Semburan-semburan itu liar bagai isyu-isyu politik hari ini, menyambar menyemprot apa saja di depannya tanpa pandang bulu, tanpa ampun dan tanpa tedeng aling-aling, dengan telak dan tepat pula muka Yu Ginah yang sedinya menyodorkan kopi pesanan Bagong terjebak oleh arus semburan liar pisang goreng Bagong. Susur nikmat Yu Ginah dalam mulut pun terkontaminasi oleh aroma asam ludah Bogong yang terkandung di dalam semburan gedang goreng.
“aseeeeeeeeeeeeeem………… Kang Bagooooooong….” Yu Ginah kaget, marah, nesu, dan mbesengut. Disautnya susur dalam mulutnya, lalu dia celupkan susur itu ke kopi yang sedianya di hidangkan untuk Bagong. dan
“plaaaak….” Sukses itu susur nempel di jidat Bagong.
Bagong pun kaget dan njondil. Keduanya sama-sama kaget, persis seperti kondisi masyarakat Ngarcopodo jaman sekarang yang mudah kagetan dan gumunan terhadap sesuatu yang dianggapnya bikin gumun.
“hahahaha… bruakakakaka…. Cekakaka” Lenon dan Cahyo ngekek tak terkendali melihat kejadian itu yang kebetulan mereka lagi ngewarung juga di Warung Yu Ginah.
“ngopo to Kang Bagong? ada apa?, kok kagetnya sampai membabi buta begitu” ucap Lenon penuh selidik.
“hahahaha, iya nggilani tenan, lagian Sampeyan ngomong apa to Kang Bagooong… telan dulu, kunyah dulu, baru bicara.” Tuah Cahyo sambil nyruput kopinya.
“lhaa… lhaa… lhaa ini lho. Besok itu Minggu tow? Katanya mau ada demo besar-besarnya, dari berbagai Ormas Islam dan berbagai organisasi daerah. Masih inget tow? Masalah kasus penistaan agama tempo hari oleh Lurah ibu kota ngarcopodo si Kohar itu. Ini sudah keterlaluan, harkat dan martabat saya terberangus saudara. Saya ndak terima apa iya kalian mau diam saja, menyaksikan keyakinan kita diinjak-injak, dicemoohkan, dijadikan bulan-bulanan? Aku tidak terimaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……….” Bagong bicara penuh semangat setengah pidato, berdiri di atas kursi kaki kanan dinaikkan di atas meja, tangan kiri malang kerik berkacak pinggang sedang tangan kanan mengacung kepalan kedepan sambil mengenggam gedang goreng.