Lihat ke Halaman Asli

Kisah Qorun dan Orientasi Hidup

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

138053648483254214

[caption id="attachment_282300" align="aligncenter" width="338" caption="http://atlas-pengembara.blogspot.com"][/caption]

Qorun adalah sosok orang kaya raya yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Kekayaannya melimpah ruah sehingga kunci-kunci tempat penyimpanan hartanya dilukiskan dalam redaksi ayat, “sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat” (QS. 28:76). Bisa dibayangkan, kuncinya saja sebanyak dan seberat itu, apatah lagi harta kekayaan dan perhiasan yang tersimpan di dalamnya. Namun karena kesombongannya, Qorun akhirnya ditenggelamkan Allah ke dasar bumi beserta seluruh harta kekayaannya itu.

Dalam konteks kisah Qorun ini, Allahmenampilkan sikap dua kelompok manusia dalam memandang harta kekayaan sebagaimana tercantum dalam surah Al-Qashshash, 28:79-80. Kelompok pertama memandang harta sebagai sumber kesenangan dan kebahagiaan dan mereka berangan-angan dapat memiliki harta yang mewah dan berlimpah sebagaimana yang dimiliki Qorun. Tetapi, tatkala mereka menyaksikan kesudahan yang buruk dari episode kehidupan Qorun, mereka pun segera insaf dan menyadari kesalahannya lalu berkata, Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)."

Sedangkan kelompok kedua, yaitu orang-orang yang dianugerahi ilmu, tidak tertipu dengan gemerlapnya harta dan meyakini bahwa pahala dari Allah adalah lebih baik bagi orang beriman dan mengerjakan kebajikan. Menariknya, ayat ke-80 ini ditutup dengan ungkapan “dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” Ini secara gamblang menggarisbawahi tentang pentingnya sikap kesabaran dalam berinteraksi dengan harta, baik ketika “disempitkan” oleh Allah maupun tatkala “diluaskan”-Nya.

Orang yang tidak sabar dengan kesempitan harta cenderung bertindak melanggar aturan dengan melakukan segala cara untuk mengejar kekayaan, sedangkan orang yang tidak sabar dengan keluasan harta rentan terhadap kesombongan dan kemewahan. Orientasi hidup orang yang tidak sabar ini sebatas duniawi belaka sehingga mereka selalu berusaha mengejar kekayaan dengan cara apa pun lalu menikmatinya sepuas-puasnya selama hidup di dunia.

Sementara itu, orientasi orang yang sabar lebih berdimensi akhirat, meskipun bukan berarti melupakan dunia (QS. 28:77). Bagi mereka, dunia sekadar tempat transit sementara menuju kehidupan akhirat. Kegemerlapan harta tidak menyilaukan mata karena mereka meyakini pahala dan ganjaran dari Allah jauh lebih baik dan lebih layak untuk dikejar.

Orang yang sabar dan berorientasi ukhrawi ini lebih suka berbagi dengan sesama daripada menikmatinya sendiri. Mereka memilih mendatangi masjid untuk shalat karena seruan hayya ‘ala al-falah (mari menuju kemenangan) daripada sibuk menunggui barang dagangannya. Mereka lebih mengejar pahala shalat Subuh berjamaah yang pahala shalat sunnah qabliyahnya saja lebih baik dari dunia beserta seluruh isinya. Mereka sengaja memilih berlapar-lapar dengan puasa daripada memenuhi perutnya dengan beraneka makanan dan minuman.

Mereka inilah orang-orang yang beruntung karena memilih menjalin ‘perniagaan dengan Allah’, perniagaan yang tidak pernah merugi (QS.35:29). Bagi mereka, harta adalah sarana mendekatkan diri kepada Allah, bukan justru menjauhkannya sebagaimana yang terjadi pada Qorun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline